REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua PP Muslimat Nahdlatul Ulama Kofifah Indar Parawansa mengatakan muslimat NU menginginkan presiden yang bisa menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
"Siapapun nanti presidennya, kami titip ahlu sunnah wal jamaah. Kami ingin presiden yang bisa menjaga persatuan dan persaudaraan bangsa, jangan mengkafir-kafirkan orang, jangan mem-bid'ah-bid'ah-kan orang. Presiden harus bisa menjaga rasa saling menghormati perbedaan pendapat supaya bangunan harmoni di Indonesia tetap terjaga," kata Kofifah dalam pemukaan Rakernas dan Mukernas Muslimat NU di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur.
Sementara di depan salah satu kandidat presiden yang saat itu hadir dalam pembukaan Rakernas, Jokowi, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj berpesan agar pemerintahan selanjutnya tidak membeda-bedakan keringanan dan fasilitas pendidikan antara sekolah konvensional dan pesantren.
"Kalau anak sekolah biasa naik bus bisa separuh harga, tapi santri belum. Begitu juga dengan fasilitas Dana BOS, pesantren tidak mendapatkan BOS padahal pesantren sudah berdiri di Indonesia bahkan sebelum NKRI terbentuk," kata Said.
Menanggapi hal itu, Jokowi mengatakan ke depan akan memperbaiki sistem pemberian Dana BOS.
"Seperti Kartu Jakarta Pintar, nanti yang diberi dana BOS itu anaknya, bukan sekolahnya. Jadi mau sekolah di madrasah atau sekolah umum ya tidak masalah," kata Jokowi.
Dalam kesempatan yang sama, Said Aqil juga mengingatkan situasi panas jelang pilpres 9 Juli 2014 kian memanas. Namun dia memastikan tidak akan ada "chaos" yang terjadi dalam tubuh NU meski pilihan presiden berbeda.
"Situasi sekarang sedang hangat karena sedang suasana Pilpres. Tetapi kehangatan situasi politik tidak mengurangi dan tidak mempengaruhi sedikit pun akhlakul karimah NU," katanya.
Pemilu presiden akan segera digelar pada 9 Juli. Dua kandidat presiden yang telah terdaftar KPU adalah Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK.