Personil Kla Project Lilo tampil dalam pendeklarasian Revolusi Harmoni Untuk Revolusi Mental di Parkir Timur Senayan,Jakarta, Rabu (11/10).
REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Pasangan nomor urut 2 Joko Widodo–Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menyiapkan gebrakan sanksi untuk dugaan kasus korupsi. Pengusutan pidananya ke depan bukan hanya untuk mereka yang sudah terindikasi. Namun juga pencegahan kepada pihak yang berniat melakukan korupsi.
Jubir tim pemenangan Jokowi-JK, Eva Kusuma Sundari mengatakan, korupsi merupakan masalah penegakan hukum. Selama ini, prosesnya hanya fokus terhadap penindakan. Namun, pada pemerintahan Jokowi-JK, akan menyiapkan konsep pencegahan.
"Mereka yang baru berniat melakukan korupsi dapat dikenakan sanksi pidana," kata Eva saat dihubungi Republika, Rabu (11/6).
Dia menambahkan, persoalan legislasi seperti pengujian terbalik dan pemiskinan belum secara kongrit dilaksanakan. Ia juga berencana meningkatkan integrasi antarar BPK, KPK, serta PPATK agar kasus dugaan korupsi memiliki pola penanganan yang komprehensif.
Bukan hanya itu, penguatan lembaga hukum seperti Polri serta Kejaksaan Agung juga akan diimplemntasikan. Karena untuk menyelesaikan kasus korupsi, bukan hanya peran KPK yang diperlukan.
Lalu, integrasi hakim dalam memutus hukuman terpidana merupakan hal yang akan diperbaiki. "Integritas hakim dalam menjatuhkan vonis ke terpidana kasus korupsi juga perlu ditingkatkan. Jadi bukan hanya Undang-undangnya, tapi implementasinya," ujar dia.
JK setuju kalau sanksi untuk para koruptor adalah penjara seumur hidup. Pidana tersebut dinilai mewakili perbuatan para koruptor sehingga menimbulkan efek takut bagi orang lain yang hendak melakukannya.
Menurut dia, hukuman mati dan penjara seumur hidup tak beda jauh. Justru sanksi tersebut nantinya akan membuat koruptor mati di penjara karena itu. Makanya, dia menilai lebih baik memberikan pidana seumur hidup.
"Undang-undang kita cukup kuat, artinya bisa memberikan sanksi pada koruptor untuk mendapat hukuman maksimum, penjara seumur hidup," kata JK.
Ia juga menyarankan, KPK tak perlu khawatir dengan adanya RUU KUHP dan KUHAP yang dinilai akan melemahkannya. Karena kinerja dari lembaga tersebut justru semakin kuat mengingat revisi pada dasarnya harus memperkuat bukan melemahkan.