REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Banyaknya berita negatif terkait capres dan cawapres menghiasi pertarungan antar calon pada pemilu 2014. Namun, hal itu dianggap sah oleh Pengamat Politik Burhanudin Muhtadi.
"Kita harus bisa membedakan, antara kampanye negatif dan black campange atau saya sebut sebagai kampanye jahat atau kampanye culas," ujar burhanudin pada diskusi media yang bertema 'Efek Kampanye Negatif dalam Pilpres 2014' di TIM, Jakarta Pusat, Ahad (15/6).
Burhanudin mengatakan, bahwa kampanye negatif merupakan hal sah dalam menjalankan demokrasi. "Kampanye negatif biasa dilakukan untuk menurunkan elektabilitas lawan tapi menggunakan data, bukti dan fakta yang bisa di verifikasi," kata Burhan.
Di Amerika Serikat (AS), lanjutnya, justru porsi kampanye negatif lebih besar ketimbang kampanye negatif. "Di sana para politikus sudah biasa mengumbar kelebihannya masing-masing. Kampanye negatif biasanya difungsinkan untuk membuka mata pemilih lawan kepada calon tertentu," kata dosen UIN Syarif Hidayatullah tersebut.
Ia juga mengatakan, bahwa yang tidak diperbolehkan adalah kampanye jahat. "Kampanye jahat itu cenderung tendensius bahkan memfitnah," ujarnya.