Tim Sukses Jokowi-JK: KTP Cukup Seperti Paspor
Kamis , 19 Jun 2014, 13:31 WIB
Republika/Adhi Wicaksono
Siti Musdah Mulia (berkerudung) bersama Megawati Soekarnoputri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota tim pemenangan calon presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) Siti Musdah Mulia, menginginkan keterangan yang tercantum dalam KTP cukup seperti paspor.

Ide Musdah tersebut untuk memperkuat usulannya soal penghapusan kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP). Hanya, Musdah mengklarifikasi idenya tersebut merupakan pandangan pribadi, bukan kebijakan Jokowi-JK.

Musdah mengakui identitas agama setiap warga Negara merupakan informasi yang sangat penting. Oleh karena itu, dia mengusulkan agar data lengkap penduduk tetap dicatat dalam buku induk.

Dalam buku induk, akan dicatat nama lengkap, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, identitas orang tua, suku, agama, alamat, golongan darah, dan sebagainya. Dalam KTP, menurut Musdah, cukup dicantumkan informasi seperti dalam passport, yaitu tanpa kolom agama.  

"KTP cukup seperti PASPOR, tidak ada kolom agama." kata Musdah melalui short message service (SMS) pada RoL, Kamis (19/6).

Musdah mengatakan, ide untuk menghapus kolom agama dalam KTP ini sudah lama muncul dalam benaknya. Ini dilakukan sebagai upaya untuk meminimalisasi konflik. “Kan ada beberapa kasus kalau ada konflik lalu dilakukan sweeping KTP.

Dalam keterangannya, Musdah mengatakan visi dan misi pasangan calon presiden Jokowi-JK) sangat tegas membela kebebasan agama setiap warga Negara. Musdah menilai tidak ada diskriminasi sedikitpun dalam visi dan misi pasangan tersebut.

Selanjutnya, Musdah beranggapan perlu ada reformasi administrasi kependudukan. Salah satu gagasan yang muncul yaitu dengan menghilangkan kolom agama dalam KTP.

 “Agar tidak satupun warga negara atau penduduk yang terabaikan hak-hak sipil-politiknya karena administrasi yang bobrok.” ujar Musdah.

Menurut Musdah, identitas agama seringkali dimainkan untuk kepentingan-kepentingan jangka pendek dan sangat politis. Dalam mencontohkan, dalam beberapa kasus di daerah konflik, seringkali terjadi sweeping KTP.

Masyarakat non-Muslim kemudian dilarang memasuki kawasan Muslim dan sebaliknya. Padahal, di daerah tersebut ada keluarga yang berbeda agama. Akibatnya terjadi pengkotak-kotakkan warga atas dasar agama.





Redaktur : A.Syalaby Ichsan
Reporter : C92
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar