Mahasiswa FISIP UI melakukan aksi simpatik "Bosan Black Campaign" di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (22/6).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kampanye hitam (black campaign) dianggap akan kontraproduktif terhadap elektabilitas capres.
"Tergantung bagaimana masyarakat menerima informasi tentang black campaign. Jika masyarakat sudah tahu, bahkan bisa kontraproduktif," kata pengamat politik LIPI, Indria Samego, kepada ROL, Ahad (22/6).
Indria mengatakan, respons masyarakat terhadap kampanye hitam bervariasi. Tergantung dari tingkat pendidikan dan sosial ekonominya.
Biasanya, masyarakat perkotaan yang notabene memiliki tingkat pendidikan dan sosial ekonomi lebih tinggi akan bersikap kritis. "Kalau di daerah biasanya informasi itu dikonversi oleh para tokoh," kata Indria.
Ia mencontohkan, informasi yang dikonversi para tokoh terjadi pada kasus Obor Rakyat. Tabloid itu disebar ke pesantren-pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Informasi di dalamnya dikonversi oleh para tokoh pesantren. Baru kemudian diterima oleh masyarakat di daerah tersebut.
Menurut Indria, isu yang digulirkan oleh masing-masing kubu capres cukup efektif di kalangan tertentu. Isu pemecatan Prabowo Subianto misalnya. Isu itu cukup efektif ditujukan pada pihak yang mendengar atau mengetahui tentang isu tersebut.
"Bagi kubu Prabowo (isu tersebut) memang menusuk betul, karena Prabowo sulit mengelak," kata Indria.
Sebaliknya, isu yang menyerang Jokowi terkait agamanya efektif jika ditujukan pada kalangan Islam yang kurang kritis. "Mereka yang kurang kritis ini yang percaya menganggap Jokowi Kristen," kata Indria.