REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu pendiri Partai Hanura Elza Syarief menyesalkan pernyataan Wiranto beberapa waktu lalu. Yaitu, ketika ia menyebut Prabowo Subianto berinisiatif sendiri melakukan penculikan aktivis pada 1998.
Keterangan itu dianggap tidak berdasar pada kebenaran. Begitu juga pernyataan Wiranto yang menyebut Prabowo dipecat tidak hormat.
"Bagaimana bisa Pak Wiranto yang selalu mengajarkan kepada kader Hanura agar menggunakan hati nurani untuk menyatakan kebenaran, telah berbicara berbeda dengan ucapan dan usulannya tersebut?," ujar dia di Jakarta, Senin (23/6).
Mantan politisi Partai Hanura Fuad Bawazier menambahkan, Keppres Nomor 62/ABRI/1998 seharusnya menjadi pegangan saat ini. Karena keputusan itu adalah yang sah dan mempunyai imbas.
"Di situ diberikan pemberhentian dengan hormat, dapat hak pensiun, ucapan terima kasih atas jasa-jasannya. Itulah surat yang sah dalam tata hukum kita," kata dia.
Menurut mantan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Trisakti Andre Rosiade, pembentukan DKP itu ilegal dan harus dipertanyakan dasar hukumnya. Karena Skep Panglima ABRI Nomor 838 tahun 1995 sebagai dasar pembentukan DKP mengharuskan adanya tiga perwira tinggi dengan pangkat di atas terperiksa, Prabowo.
"Faktanya hanya satu yang pangkatnya lebih tinggi, namanya Kepala Staf Angkatan Darat saat itu Jenderal Subagyo," ujar dia.
Dari sisi hukum, Elza mengatakan, seseorang dipecat atau diberhentikan dengan tidak hormat jika sudah ada putusan dari pengadilan terlebih dahulu. Kemudian setelah itu baru dibentuk DKP untuk melakukan pemberhentian.
Namun dalam kasus Prabowo justru terjadi sebaliknya. "Bagi saya di mana hasil DKP ini, apalagi ini cacat yuridis saya katakan, tidak penuhi syarat formalnya," kata dia.