Aktivis Republik Aeng-aeng menggunakan penutup wajah bergambar pasangan capres cawapres Jokowi - JK dan Prabowo - Hatta ketika mengadakan lomba balap karung antar pasangan tersebut di Solo, Jateng, Senin (30/6).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hampir sepekan jelang pilpres 9 Juli, elektabilitas kandidat Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa terpaut tipis.
Hasil lembaga riset internasional yang berkantor pusat di Australia, Roy Morgan Reseach yang diterbitkan Selasa (1/7) menyatakan, perbedaannya tinggal empat persen.
Direktur Roy Morgan Reseach Indonesia Ira Soekirman menjelaskan, elektabilitas Prabowo-Hatta saat ini sebesar 48 persen. Sementara Jokowi-JK 52 persen.
Menurutnya, perubahan drastis terjadi pada elektabilitas Prabowo-Hatta yang melonjak 100 persen dalam dua bulan terkahir. Sementara Jokowi-JK hanya mengalami pergeseran yang tidak terlalu signifikan.
Mei lalu, katanya, ketika masih ada sejumlah kandidat lain, elektabilitas Prabowo cenderung jauh dari Jokowi, yakni 24 persen berbanding 42 persen.
Namun, setelah nama-nama lain tersisih, elektabilitas Jokowi yang kemudian berpasangan dengan JK, hanya bergeser 10 persen menjadi 42 persen. "Sementara Prabowo yang berpasangan dengan Hatta melonjak menjadi 48 persen,” ujar Ira di Jakarta, Selasa.
Ira menjelaskan, poling mencakup 3.117 responden. Yakni calon pemilih berusia di atas 17 tahun yang tersebar di 34 provinsi.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara tatap muka. Dengan pengambilan sampel yang seimbang mewakili pemilih secara geografis dan demografis.
Ira melanjutkan, terdapat sembilan persen responden yang mengaku belum menjatuhkan pilihan. Namun jumlah itu disebarkan kepada para kandidat berdasarkan kencenderungan berbagai variabel pilihan responden. "Tidak dibagi dua, yang besar dia dapat besar, yang sedikit dapat lebih sedikit," kata Ira.
Menurut Ira, penelitian yang dilakukan hingga 24 Juni tersebut memiliki margin of error 0,8 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Cenderung lebih tingginya derajat kesalahan tersebut disebut karena cakupan responden yang luas.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Ira berpendapat, sulit untuk memprediksi siapa yang keluar sebagai pemenang. "Masih ada sepekan ke depan. Banyak hal yang bisa terjadi," ujar dia.