REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Golkar menduga sejumlah konglomerat memberi bantuan dana ke pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) untuk kampanye pilpres. Salah satu yang santer disebut adalah Boediarto Boentaran, pemilik usaha yang berinduk pada PT Bintang Mitra Sejahtera Raya Tbk.
Boediarto merupakan pemegang technical assistance contract (TAC) di bidang pengoperasian ladang minyak. Dikabarkan, Boediarto akan mengelontorkan sumbangan sebesar Rp 2 triliun kepada Jokowi.
"Jika ini benar, Bawaslu harus bertindak tegas. Bila perlu didiskualifikasi karena ini melanggar UU Nomor 42/2008 tentang Pilpres yang menjadi dasar aturan sumbangan," kata Wasekjen DPP Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Selasa (1/7).
Menurutnya, pendanaan kampanye pilpres memang tidak kecil. Butuh biaya besar untuk kampanye di negara seluas Indonesia.
"Seluruh harta Jokowi dihabiskan buat kampanye rasanya masih tidak cukup. Apalagi rupanya Jokowi berselera tinggi, kampanye menggunakan jet mewah. Dari mana uangnya?" ungkap dia.
Sebelumnya sejumlah pengusaha yang memiliki perusahaan besar juga disebut menjadi penyumbang untuk Jokowi-JK. Antara lain, Suzanna Tanojo pemilik Bank Victoria yang dikabarkan menyumbang Rp 500 miliar untuk tim Jokowi-JK dari total Rp 3 triliun.
Selain itu, dikabarkan ada Ekatjipta Wijaya, konglomerat menguasai perekonomian Indonesia pemilik Sinar Mas Group dan Sukanto Tanoto, pemilik Raja Garuda Mas yang terlibat kasus penggelapan pajak yang dipatok menyumbang Rp 1,5 triliun kepada pasangan Jokowi-JK.
Dalam pasal 92 ayat 2c dan pasal 95 UU Nomor 42/2008, dana pilpres dapat berasal dari perseorangan, kelompok, perusahaan dan/atau badan usaha nonpemerintah. Pasal 96 tersebut mengatur sumbangan perorangan maksimal Rp 1 miliar. Sementara kriteria lain selain perorangan dapat menyumbang maksimal hingga Rp 5 miliar.
Sumbangan melebihi ketentuan tersebut, sesuai pasal 220 UU Nomor 42/2008 diancam penjara 6-24 bulan dan didenda Rp 1-5 miliar.