Pengamat: Waspadai Politik Uang Berkedok Paket Ramadhan
Rabu , 02 Jul 2014, 12:20 WIB
Republika/ Tahta Aidilla
Tolak politik uang (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TERNATE-- Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU), Mahmud Hasan, mengatakan Bawaslu dan jajarannya harus mewaspadai kemungkinan terjadinya praktik politik uang menjelang pemungutan suara pemilihan presiden (pilpres) berkedok paket Ramadhan.

"Pemungutan suara pilpres pada 9 Juli 2014 bertepatan dengan Ramadhan, dan ini tidak tertutup kemungkinan bisa dimanfaatkan oleh tim pemenangan pasangan capres/cawapres untuk mencari simpati masyarakat dengan cara melakukan politik uang berkedok paket Ramadhan," katanya di Ternate, Rabu.

Ia mengatakan capres/cawapres atau parpol pengusungnya sebenarnya tidak ada masalah kalau ingin membantu masyarakat pada Ramadhan ini, misalnya memberikan bantuan kebutuhan pokok atau menggelar pasar murah, tetapi tujuannya semata-mata sebagai bentuk kepedulian sosial dan tanpa syarat apa pun.

Jika bantuan tersebut memiliki maksud tertentu, kata Mahmud Hasan, misalnya agar masyarakat yang menerimanya memilih pasangan capres/cawapres tertentu, terlebih jika disertai dengan ajakan secara terang-terangan, seperti dalam bentuk stiker atau selebaran yang diselipkan dalam bantuan itu, jelas tidak bisa dibenarkan karena sudah masuk kategori politik uang.

Mahmud mengatakan hal lain yang juga perlu diwaspadai oleh Bawaslu dan jajaran di bawahnya adalah kemungkinan adanya tokoh dari tim pemenangan capres/cawapres tertentu yang memanfaatkan ceramah di masjid yang biasanya dilakukan serangkaian shalat tarawih, untuk meyelipkan ajakan memilih pasangan capres/cawapres tertentu.

"Kalau dalam ceramah tersebut diselipkan dengan ajakan kepada masyarakat menggunakan hak pilih pada pilpres 9 Juli nanti tanpa diserta arahan memilih pasangan capres/cawapres tertentu, saya kira itu tidak ada masalah dan justru mendukung upaya menekan angka golput pada pilpres nanti," katanya.

Ia menambahkan kampanye hitam terhadap pasangan capres/cawapres tertentu yang kini terus terjadi, hendaknya juga dihentikan karena cara kampanye seperti itu selain merusak demokrasi juga bisa memicu terjadinya konflik di masyarakat.

Penegak hukum harus bertindak tegas terhadap setiap pelaku kampanye hitam tersebut. Salah satu penyebab masih terjadinya kampanye seperti itu ialah selama ini penegak hukum terkesan membiarkannya, ujarnya.

Redaktur : Bilal Ramadhan
Sumber : Antara
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar