Seorang anggota kepolisian mengecek kerusakan yang terjadi di kantor Tv One Biro Yogyakarta, Rabu (2/7) malam.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pers mengecam aksi-aksi yang mengandung unsur intimidasi, seperti penyegelan kantor TV One. Hal semacam itu seharusnya tidak terjadi jika pihak-pihak terkait melakukan protes sesuai dengan aturan.
Dewan Pers khawatir aksi di Yogyakarta bisa menjadi preseden buruk dalam menyikapi pemberitaan di media. "Kami tidak bisa menolerir serangan. Kami berharap tindakan main hakim sendiri dihentikan karena ruang kebebasan pers milik bersama," kata Pengurus Dewan Pers, Nezar Patria, saat dihubungi, Jumat (4/7).
Pihaknya juga mendorong agar pihak-pihak yang keberatan dengan pemberitaan melakukan pembelaan seperti diatur dalam Undang-Undang Pers. "Kritik bisa diajukan ke Dewan Pers, kalau tidak puas ajukan gugatan secara hukum," imbuhnya.
Dia mengecam aksi brutal simpatisan PDI Perjuangan menyegel kantor TV One di Yogyakarta. Aksi-aksi seperti ini dinilai dapat menimbulkan ketakutan dan mengancam para pekerja media. "Dewan Pers kecam aksi kekerasan penyegelan dan coret-coret tembok terhadap kantor media di Yogya. Ini bisa mengancam kebebasan pers, menebar ketakutan bagi wartawan yang bekerja," ujar Nezar.
Selain itu, aksi brutal simpatisan PDIP ini menuai reaksi dari sejumlah wartawan di Medan, Sumatera Utara. Puluhan wartawan mengecam tindakan represif yang dilakukan massa PDIP dengan menggelar aksi solidaritas di depan Kantor DPRD Sumatera Utara. Mereka membawa spanduk berisi kecaman.
Dalam tayangan beberapa waktu lalu TV One mengaitkan partai besutan Megawati Soekarnoputri dengan aliran komunis. Dampak dari pemberitaan itu simpatisan PDIP Yogyakarta terpancing menyegel dan mencoret-coret kantor TV One di Yogyakarta.