REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pengaduan Dewan Pers, Ridho Eisy menegaskan, Tabloid Obor Rakyat tidak masuk ranah jurnalismen. Dewan Pers pun telah menolaknya, dan menyilakan polisi memakai KUHP. ''Jelasnya bukan UU Pers,'' kata dia, Jumat (4/7).
Namun, Mabes Polri menjerat Setyardi Budiono selaku Pemred Tabloid Obor dan Darmawan Sepriyossa sebagai redaktur dengan pasal 9 ayat (2) UU No 40/1999 tentang Pers dengan ancaman denda paling banyak Rp 100 juta sebagaimana diatur dalam ketentuan pidana Pasal 18 ayat (3) UU No 40/1999
''Justru pertanyaan, bukan produk pers kok dihukum UU pers, mungkin akan dibahas,'' kata Ridho.
UU Pers yang dipakai, menurut dia menjelaskan tentang pelanggaran lebih kepada administratif seperti tidak menyantumkan penanggungjawab, alamat tabloid, dan tidak memiliki badan hukum. Bahkan, Ridho melanjutkan, hukuman yang dikenakan kepada kedua terhitung ringan.
''Jika saya yang difitnah ya tidak sebanding. Itu ringan banget,'' kata dia.
Direktur Tindak Pidana Umum, Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Herry Prastowo, mengatakan, sudah berkordinasi dengan Dewan Pers, dan dinyatakan Tabloid Obor tidak masuk produk jurnalistik.
''Kata mereka bukan, karena tidak berbadan hukum. Dari situ kami kenakan pasal 9 (pasal 9 ayat (2) UU No 40/1999 tentang Pers), Jangan salah, dewan pers menyatakan bukan produk jurnalistik karena tidak ada berbadan hukum dan ga punya alamat. Itu benar,'' kata dia.
Petinggi Tabloid Obor Rakyat diadukan ke Mabes Polri setelah pemberitaannya dinilai mengandung fitnah dan pencemaran nama baik.
Kasus tersebut sempat mengambang karena Dewan Pers menjelaskan tabloid tersebut bukan produk pers serta Bawaslu yang mengganggap kasus tidak bisa diterapkan UU Pilpres.