Musdah Mulia Bantah Usulkan Legalisasi PKI
Sabtu , 05 Jul 2014, 20:48 WIB
Republika/Adhi Wicaksono
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (kedua kiri) bersama Direktur Megawati Institute Musdah Mulia (kedua kanan).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Anggota Tim Ahli Joko Widodo-M. Jusuf Kalla (Jokowi-JK) Siti Musdah Mulia membantah dirinya pernah menyatakan bahwa bila Jokowi-JK menang pilpres, maka akan melegalisasi Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan mencabut Ketetapan MPRS Nomor XXV/1966 tentang pembubaran PKI.

"Pernyataan itu mengada-ada dan tidak pernah saya ucapkan. Isu itu sengaja digulirkan sebagai kampanye hitam untuk mengganggu proses kampanye dan mengganggu kondisi internal tim kampanye Jokowi-JK. Ini adalah fitnah yang keji," katanya di Jakarta, Sabtu.

Menurut Musdah, dirinya ingin mengklarifikasi menyebarnya pemberitaan dan isu yang disebarkan di sosial media dan masyarakat yang menyatakan seolah-olah dirinya menyatakan soal pencabutan TAP MPRS itu.

Ia mencontohkan salah satunya yang disebar di sosial media , seperti dikutip dari salah satu situs berita di mana dirinya dikatakan menyebut bahwa Jokowi-JK akan mencabut TAP MPRS untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia (HAM) untuk semua warga negara.

Musdah mensinyalir, ada pihak-pihak yang sengaja menyebarkan kebohongan karena Jokowi-JK sangat sulit untuk dicari kekurangannya.

"Bagaimana mungkin presiden mencabut TAP MPRS yang merupakan kewenangan MPR? Ini pelintirannya sudah terlalu jauh dan keji. Ini sangat merugikan. Apalagi, ini dijadikan bahwa untuk mengembangkan seakan-akan PDIP dan Jokowi adalah partai pengusung komunisme. Ini sama sekali tidak benar dan sudah keterlaluan," tegasnya.

Musdah berharap masyarakat tidak mempercayai isu itu karena jelas-jelas merupakan kebohongan ,seperti juga kampanye hitam lain yang kerap menerpa pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 itu.

Aktivis perempuan itu mengatakan beragam kampanye hitam memang kerap menyasar pasangan Jokowi-JK, mulai dari iklan RIP Jokowi, isu bahwa Jokowi adalah keturunan etnis Tionghoa dan diragukan keislamannya.

Selain itu, ujarnya, juga beragam isu mengenai kebijakan-kebijakan yang akan diambil jika Jokowi-JK terpilih oleh rakyat, misalnya penghilangan sertifikasi guru, penghilangan raskin, dan yang paling mutakhir adalah isu legalisasi komunisme yang menimpa pasanganJokowi-JK.

Isu komunisme itu bahkan sempat menarik perhatian masyarakat karena salah satu stasiun televisi swasta, yakni TV One, juga mengangkat isu itu. Bahkan, sampai menimbulkan kemarahan kader PDIP yang berunjuk rasa ke kantor pusat TV One.

Dewan Pers pada Jumat (4/7) menyatakan TV One menyalahi kode etik jurnalistik (KEJ) pasal 1 dan 3 atas dua pemberitaan terkait isu komunisme yang disiarkannya.

Pasal 1 KEJ mencantumkan: "Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk."

Adapun pasal 3 KEJ mencatat; "Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tidak bersalah."

Pilpres 9 Juli 2014 diikuti dua pasangan capres-cawapres, yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-M. Jusuf Kalla (Jokowi-JK).

Redaktur : Taufik Rachman
Sumber : antara
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar