UI: Klaim Kemenangan dari Hasil 'Quick Count' Bisa Berbahaya
Kamis , 10 Jul 2014, 22:01 WIB
antara
Sejumlah relawan dan anggota tim pemenangan menyaksikkan hasil quick count Pemilu Presiden 2014 melalui layar lebar di Posko Pemenangan Jokowi-JK, Jl Cemara 19, Menteng, Jakarta, Rabu (9/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru besar Ilmu Politik Universitas Indonesia Maswadi Rauf mengimbau masyarakat untuk menunggu penetapan resmi perolehan suara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan tenang.

"Kedua capres sebaiknya juga memberikan pemahaman yang baik ke pendukung masing-masing untuk lebih tenang menunggu keputusan resmi KPU," kata Maswadi di Depok, Kamis (10/7).

Sebelumnya, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla saling klaim kemenangan. Setelah sebelumnya, berbagai lembaga survei mengumumkan hasil hitung cepat (quick count) yang beragam.

Maswadi menegaskan, hasil hitung cepat lembaga survei bukan hasil akhir. Melainkan hanya patokan untuk menilai.

Menurutnya, perbedaan hasil hitung cepat itu memang membingungkan masyarakat. Karenanya, salah bila ada yang merasa menang hanya karena melihat hasil hitung cepat itu. Karena hasil hitung cepat itu bukan hasil resmi.

"Kalau menang hitung cepat lalu mereka beranggapan sudah menjadi presiden. Nah, ini yang berbahaya. Karena berlebihan dan bisa menghasut para pendukung di tingkat bawah," katanya.

Karenanya, kata Maswadi, masyarakat sebaiknya menunggu hasil resmi perolehan suara dari KPU yang akan diumumkan pada 22 Juli 2014.

Karena, kata dia, bisa saja hasil resmi dari KPU itu berbeda dengan hasil hitung cepat. Untuk itu perlu kebesaran hati serta lapang dada menerimanya.

"Jangan sampai mengorbankan rakyat sebagai tumbal dari ambisi kekuasaan. Bagi yang menganggap menang sebaiknya menahan diri dan tidak euforia yang dapat memicu konflik," katanya.

Maswadi menambahkan, jadwal pengumuman resmi perolehan suara KPU pada 22 Juli 2014 sebenarnya terlalu lama.

"Seharusnya penghitungan suara bisa dilakukan paling tidak seminggu. Kalau perlu lima hari, karena kalau isunya semakin lama maka semakin tidak menentu dan semakin panas," katanya.

Ia mengatakan perkembangan teknologi informasi sudah canggih dan semakin mudah menyelesaikan penghitungan suara.

Redaktur : Mansyur Faqih
Sumber : antara
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar