Tak Ambil Sampel Acak, Lembaga Survei Dianggap Lakukan Kejahatan
Kamis , 10 Jul 2014, 23:38 WIB
antara
Anies Baswedan (kiri) bersama Hamdi Muluk (kanan) dan Hasan Nasbi (kedua kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil hitung cepat (quick count) mestinya tidak jauh berbeda. Meski pun dilakukan oleh banyak lembaga survei.

Syaratnya, metodologi dan pengambilan sampel dilakukan secara benar. Yakni berdasarkan prinsip ilmiah yang disebut metode multistage random sampling.

Ketua Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Hamdi Muluk menjelaskan, perbedaan hasil pun tak boleh terlalu jauh. Sebab margin error yang normal, tidak terlalu jauh. Yaitu 1,2 persen untuk sampel sebanyak dua ribu dan 0,6-0,7 persen untuk sampel sebanyak empat ribu.

"Jika hasilnya berbeda, apalagi selisihnya cukup jauh di antara banyak lembaga survei, kita patut mencurigai lembaga survei yang berbeda tersebut. Bisa saja sampel diambil tidak random atau random. Tetapi disengaja sehingga persebarannya tidak representatif," ujarnya.

Hamdi menegaskan, lembaga survei yang tidak berdasarkan sampel random alias sengaja mengambil sampel yang sejenis sama saja melakukan kejahatan. "Dalam konteks inilah, Persepi akan melakukan audit kepada lembaga survei anggota Persepi yang melakukan quick count," katanya.

Guru besar psikologi politik Universitas Indonesia (UI) itu mengatakan, metode hitung cepat pada dasarnya untuk mengetahui secara dini pilihan warga usai pencoblosan. Baik pada pileg mau pun pilpres.

"Agar efektif, maka dalam praktiknya. Proses hitung cepat itu dilakukan dengan mengambil sampel, tidak semua TPS dihitung. Sebab jika proses dan metodologinya benar, hasilnya tidak jauh berbeda dengan hitung manual," katanya .

"Jadi, sekali lagi, jika proses quick count dilakukan dengan metodologi yang benar, cara yang benar, akan menghasilkan angka yang tidak jauh berbeda. Kalau meleset, ya toleransinya, margin error sebesar 1,2 persen untuk sampel sebanyak dua ribu dan 0,6 atau 0,7 persen untuk empat ribu sampel," katanya.

Redaktur : Mansyur Faqih
Sumber : antara
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar