REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA– Tim pemenangan pasangan calon Jokowi-Jusuf Kalla (JK) mengklaim penggelembungan suara masif terjadi selama proses rekapitulasi di tingkat kelurahan dan kecamatan. KPU RI dinilai kurang cermat dalam mencantumkan data hasil perhitungan di tingkatan tersebut.
Juru Bicara Tim Pemenangan, Eva Kusuma Sundari mengatakan, bila memantau website KPU, mereka dinilai tak melakukan pengecekan saat memasukan data tersebut. Padahal ada selisih jumlah suara jika dibandingkan besarnya pemilih yang tercatat gunakan hak suara.
“Penggelembungan suaranya sangat masif terjadi. Modusnya angka puluhan diubah menjadi ratusan. perolehan suaranya jadi ditambah,” kata Eva saat dihubungi Republika, Ahad (13/7).
Dia menambahkan, timnya sudah melaporkan lebih dari 50 pengaduan ke KPU. Upaya yang mereka lakukan hanya mengecek bila data yang ditampilkan di website KPU tak sesuai dengan perhitungan internal hasil inventarisir ‘copy’ formulir C1 di setiap TPS.
Setiap tim yang menemukan dugaan penggelembungan suara itu, kata dia, langsung mengadukannya ke KPU. Setelah ada laporan tersebut, pihak penyelenggara pemilu baru bergerak, mereka enggan melihat terlebih dahulu, apakah ada dugaan kecurangan.
“Setiap KPU menampilkan data tebaru, kami langsung sandingkan. Ternyata tidak cocok dengan perhitungan versi kami. KPU tak mengecek dulu, langsung masukan saja laporan itu ke website, makanya kita harus awasi,” ujar dia.
Eva menyatakan, pihak Jokowi-JK telah mengumpulkan 100 persen copy formulir c1 dai setiap saksi dan relawan di masing-masing TPS. Rekapitulasi internalnya juga sudah mencapai 80 persen, karena itu setelah ada data terbaru KPU, timnya dapat langsung menyandingkan hasilnya.
Eva menilai, sejauh ini, indikasi kecurangan terbesar ada pada daerah Jawa Barat. Ia sangat berharap partisipasi publik dalam mengontrol dugaan pola kecurangan ini sehingga dapat meminimalisir penyimpangan tersebut. Sebab tidak semua penyelenggara pemilu bersikap netral.
“Kami belajar dari tahapan pileg kemarin. Banyak anggota KPU daerah yang dipecat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Jadi harus waspada, tak sembarangan percaya. Sekarang ini saja, kita pancing dengan laporan dulu, mereka baru bergerak,” kata dia.
Eva mengatakan, hal yang paling ia antisipasi saat ini adalah keterlibatan kepala daerah dalam proses rekapitulasi ini. Apalagi, sebagian besar kepala daerah berasal dari kubu lawannya, pasangan calon Prabowo-Hatta. Meski ada imbauan netral, namun kondisi itu harus diwaspadai.
“Seperti di Madura pas pileg kemarin, bagaimana bisa KPUD manut oleh bupatinya,” ujar Eva.