Pengamat: Rantai Penghitungan Suara Terlalu Panjang
Rabu , 16 Jul 2014, 11:57 WIB
Republika/Adhi Wicaksono
Penghitungan suara Pemilu Presiden 2014 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG-- Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang, MSi berpendapat, berbagai kecurangan yang terjadi dalam Pilpres 9 Juli 2014 ini, karena rantai penghitungan suara terlalu panjang.

"Sejak awal, saya sudah ingatkan agar perlu dilakukan penyederhanaan model penghitungan suara hasil pemilu yakni dari tempat pemungutan suara (TPS) langsung ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), karena model saat ini rawan kecurangan," kata Ahmad Atang di Kupang, Rabu, terkait faktor yang menyebabkan munculnya berbagai kecurangan dalam Pilpres 9 Juli 2014 ini.

Menurut dia, mestinya penghitungan suara hasil pemilu diperpendek, dari tempat pemungutan suara (TPS) langsung ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Ada juga yang lebih sederhana lagi dalam mengurangi dampak kecurangan yang mungkin akan muncul, yakni TPS hanya berfungsi sebagai tempat pemungutan suara semata-mata, sedangkan penghitungan suara hasil pemilu sepenuhnya dilakukan KPU," tutur Ahmad Atang.

Mengenai rantai birokrasi, dia mengatakan mata rantai penghitungan suara bukan baru kali ini terjadi karena dari dulu model tersebut digunakan, namun tidak masalah. Kali ini menjadi masalah karena sistem pemilu yang membuat para tim sukses lebih berani melakukan negosiasi dari tingkat TPS, PPS dan PPK, ucapnya.

Hal ini diperparah lagi dengan tingkat integritas petugas yang lemah membuat mereka tidak independen lagi dalam melaksanakan tugas sebagai penyelenggara pemilu. "Jangankan di desa, di kota pun peluang ini terbuka sekali untuk dilakukan negosiasi," tukas Ahmad Atang.

Karena itu, ke depan seandainya model ini masih digunakan maka mekanisme rekruitmen petugas TPS, PPS dan PPK perlu diseleksi, layaknya KPU dan bersifat permanen. Petugas TPS, PPS dan PPK, tidak ad hoc dengan tugas kerja, tidak hanya pada pemilu tapi juga soal sosialisasi tahapan pemilu, pilkada dan pilpres, ujar Pembantu Rektor I UMK ini.

Redaktur : Bilal Ramadhan
Sumber : Antara
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar