Prabowo dan Jokowi bersalaman sebelum memulai debat capres sesi ketiga di Jakarta, Ahad (22/6) malam WIB.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kubu Prabowo - Hatta menduga ada penggiringan opini bahwa capres Jokowi - JK adalah pemenang pilpres. Penggiringan ini didesain dengan melibatkan berbagai kalangan, termasuk media massa.
"Ini sangat masif dilakukan," imbuh Wasekjen PAN, Yandri Suanto, kepada Republika, Rabu (16/7).
Penggiringan opini pertama dilakukan melalui penghitungan cepat sejumlah lembaga survei. Jokowi selalu dianggap menang dengan perolehan suara di atas 50 persen. Namun, hitung cepat ini tetap janggal, karena tidak mungkin data masuk begitu cepat dari daerah-daerah terpencil.
Kedua, penggiringan opini juga dilakukan dengan pengerahan massa. Mereka melakukan aksi merayakan seolah Jokowi sudah menang. Aksi ini dilakukan di Bundaran HI dan sejumlah daerah di Indonesia. Belum lagi aksi penebaran spanduk bertuliskan selamat Jokowi menang pilpres.
Belum lagi pemberitaan yang banyak mengarahkan kepada kemenangan pasangan nomor dua itu. Yandri menyatakan penggiringan opini ini berdampak negatif. Jika nanti hasil penghitungan KPU memenangkan Prabowo dan Hatta, dikhawatirkan ada mobilisasi massa yang melakukan protes. Mereka tidak menutup kemungkinan melakukan aksi brutal melanggar hukum.
Pihaknya meminta kepada semua pihak untuk memberikan waktu kepada KPU untuk bekerja. "Hasil KPU adalah keputusan yang terlegitimasi, rujukan," paparnya.
Semua pihak nantinya harus menghargai keputusan KPU. Penggiringan opini, menurutnya, tidak bermanfaat karena yang dijadikan rujukan tetap keputusan KPU, bukan opini yang sengaja diciptakan.