REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan anggota Dewan Pers Agus Sudibyo mengatakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebaiknya mengatur bagaimana penyiaran hitung cepat seperti apa bukan justru melarang lembaga penyiaran menayangkan hasil hitung.
Agus menanggapi keputusan KPIyang melarang seluruh lembaga penyiaran menayangkan hasil hitung cepat (quick count) Pemilu Presiden 2014.
"KPI sepertinya belum tahu betul apa bedanya pengaturan dan pelarangan. Yang dibutuhkan sekarang pengaturan bagaimana quick count dilaksanakan dan diumumkan oleh televisi. Jangan larang penyiaran quick count tapi silakan diatur penyiarannya seperti apa," jelas Agus yang juga mantan Direktur Eksekutif lembaga survei Indonesia Research Center (IRC).
Menurut Agus hitung cepat bukan masalah sehingga membuat perbedaan hasil hitung cepat ini membuat kedua pasangan capres dan cawapres mengklaim kemenangan sementara Pilpres 2014.
Ia mengatakan hitung cepat telah dilakukan pada Pilpres 2009 dan tidak ada masalah apalagi berdasarkan pengalaman hasil hitung cepat yang dilakukan benar akan selalu sama hasilnya dengan real count.
"Yang bermasalah bukan hitung cepat tapi oknum atau beberapa penyelenggaranya. Itu yang harus diselesaikan. Quick count sangat dibutuhkan untuk verifikasi dan afirmasi real count nanti yang dihitung KPU. Dalam konteks itu quick count sangat dibutuhkan apalagi banyak terdengar isu manipulasi rekapitulasi suara," kata Agus.
KPI melarang penyiaran hasil hitung cepat di berbagai lembaga penyiaran berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat. Lembaga penyiaran yang terbukti melanggar akan dikenakan sanksi teguran. Selanjutnya jika masih melanggar, KPI akan merekomendasikan ke Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk mencabut izin penyiaran.