REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepekan berlalu sejak pemungutan suara pilpres, dua versi hasil quick count atau hitung cepat masih menjadi polemik. Hal tersebut tak pelak membuat gusar tokoh jurnalis, pengamat politik serta peneliti senior Dr Daniel Dhakidae.
Berbicara dalam seminar bertajuk 'Quick Count, Etika Lembaga Riset dan Tanggung Jawab Ilmuwan", Kamis (17/7), Daniel menganggap, perdebatan soal quick count sebagai hal yang memalukan.
"Ini sangat memalukan dan memilukan. Kita ditertawakan seluruh dunia," Ujar Daniel.
Menurut Daniel, quick count adalah perkara yang sangat sederhana dalam dunia penelitian. Angka marjin eror yang umumnya di bawah 1 persen menunjukkan hasil hitung cepat minim kesalahan. Daniel dengan yakin menegaskan hasil quick count atas objek yang sama tidak boleh berbeda.
"Kalau ada yang berbeda, salah satu kubu adalah penipu. Kalau Prabowo menang, semua harus memenangkan Prabowo. Kalau Jokowi menang, semua harus memenangkan Jokowi," ujar Daniel.
Pimpinan redaksi Majalah Prisma tersebut berpendapat, ada dua cara untuk memeriksanya. Pertama, menurut Daniel adalah melalui audit internal. Kedua, kata dia, dengan audit forensik.
Menyangkut audit internal, menurut Daniel, itu sudah dilakukan oleh Persepi (Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia) yang merupakan wadah yang menaungi lembaga-lembaga survei.
"Hasilnya, dua lembaga survei menolak atau tidak mau diaudit, keduanya sudah dikeluarkan," Kata dia.
Karena lembaga-lembaga tersebut tidak mau diaudit, tidak ada yang bisa menjamin hasil quick count yang dia terbitkan.
"Aparat keamanan yang harus bertindak. Jika mereka sengaja membuat survei salah, itu kriminal," kata Daniel.