Petugas melakukan rekapitulasi suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014-2019 untuk TPS luar negeri (TPSLN) di Gedung KPU Pusat, Jakarta, Kamis (17/7).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa semakin meragukan hasil quick count yang dilansir lembaga survei pada 9 Juli lalu. Alasannya, mereka mengaku melihat keunggulan pasangan nomor urut satu dari penghitungan suara di Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah.
"Mendekati rekapitulasi penghitungan suara oleh KPU pusat, semakin meragukan kredibilitas quick count yang dibayar Jokowi-JK," ujar penasehat Prabowo- Hatta, Letjen TNI Purn Suryo Prabowo saat menghadiri ibadah syukur atas kemenangan pasangan nomor urut satu di gedung JHCC, Jakarta, Jumat (18/7) malam.
Ia menyatakan, hal itu sekaligus menepis penghitungan klaim real count yang dilakukan tim Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
Suryo menjelaskan, setelah quick count mulai diketahui kejanggalannya oleh publik, kubu Jokowi-JK mulai beralih ke real count yang dilakukan secara internal.
"Setelah dimanipulasi agar hasilnya sama dengan quick count, hasil real count tersebut dimuat pada situs kawalpemilu.org. Jadi ini cuma ganti casing aja, isinya sama," jelasnya.
Menurutnya, hasil penghitungan quick count atau real count yang mereka lakukan, tujuannya untuk membentuk opini publik dan menekan KPU. Tujuan akhirnya yaitu untuk memaksakan kebenaran sekaligus meneror KPU supaya mengeluarkan penghitungan yang sama.
Dari awal, ujar dia, kubu Jokowi-JK sudah tahu kalau Prabowo-Hatta yang akan menang. Namun karena kemenangan itu tipis maka membuka peluang mereka untuk menang.
"Mereka memilih tiga cara untuk menang. Pertama melakukan kecurangan tapi menuduh kubu Prabowo-Hatta yang curang. Modusnya, mereka lakukan mark up suara melalui pemilih siluman seperti yang terjadi di DKI atau merusak kertas suara Prabowo-Hatta seperti yang terjadi di Sukoharjo," ujarnya.
Kedua, lanjutnya, kubu Jokowi-JK memanfaatkan media yang mayoritas mendukungnya untuk lakukan pembentukan opini. Antara lain melalui real count yang memenangkan Jokowi-JK.
Ketiga, papar dia, melakukan tekanan psikis untuk menjatuhkan moral dan mental KPU. Antara lain dengan menyatakan, kalau hasil resmi berbeda maka hitungan KPU yang salah.
"Ini modus tetor mental untuk KPU. Kami harap KPU tidak terpengaruh, kami dan TNI siap mendukung KPU agar tetap independen dalam menghitung rekapitulasi suara," ujar dia.