Prabowo Subianto (tengah) berbincang dengan Ketum Golkar Aburizal Bakrie (kanan) dan Mantan Ketum PPP Suryadharma Ali (kiri) sebelum memberikan pernyataan menyingkapi pengumuman hasil Pilpres 2014 di Rumah Polonia, Jakarta, Selasa (22/7).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sikap Prabowo Subianto yang menarik diri dari pilpres dianggap sebagai tindakan ksatria. Karena Prabowo dinilai melawan ketidakadilan.
"Prabowo melawan KPU yang berlaku tidak adil karena tidak melaksanakan keputusan Bawaslu untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di beberapa kabupaten dan kotamadya di Indonesia," ujar Koordinator Nasional Gerakan Bersama Prabowo (Geber Prabowo), Hendry Yatna, Selasa (22/7).
Karenanya, kata dia, Geber Prabowo yang memiliki perwakilan di 24 provinsi dan 75 kabupaten/kota tersebut menuntut KPU agar melaksanakan PSU.
"Ini dapat menjadi bom waktu yang siap meledak bila KPU tidak segera melaksanakan PSU. Beberapa organ Geber Prabowo di daerah merasakan diberlakukan tidak adil oleh KPUD," jelasnya.
Sambil menunggu tuntutannya dipenuhi KPU, Hendry meminta kepada seluruh relawan Geber Prabowo tetap mengkritisi sikap KPU. Namun, harus dilakukan dengan cara-cara konstitusional.
"Kami cinta damai, karena itu kami tidak akan anarkis. Kami yakin rakyat mendukung karena ini kami memperjuangkan nilai kebaikan buat rakyat, penyelenggaraan pilpres yang jujur dan adil. Itulah tuntutan rakyat yang kami perjuangkan," ungkap dia.
Hendry juga mengajak masyarakat tetap kritis pada KPU. Khususnya kepada mereka yang memilih Prabowo-Hatta pada pilpres 9 Juli lalu.
"Mereka punya hak untuk mengawasi satu suara yang mereka berikan. Jangan sampai satu suara mereka dirampok," ungkap dia.