REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kedua kandidat calon presiden dan calon wakil presiden belum pernah bertemu pasca keputusan hasil rekapitulasi nasional oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kondisi ini dikhawatirkan akan memperuncing suasana di antara kedua pendukung pasangan capres-cawapres.
Namun, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshidiqie meyakini, kedua pendukung pasangan atau masyarakat Indonesia sudah dewasa dalam menyikapi perbedaan pilihan. Dia berpendapat, pertemuan antara Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK tidak perlu dipaksakan.
"Pada saatnya pasti ketemu, tidak usah dipaksakan, alami saja," katanya saat ditemui di rumahnya di Jalan Margasatwa Raya, Jakarta Selatan, Rabu (30/7).
Menurut dia, pertemuan antara Prabowo-Hatta dengan Jokowi-JK paling tepat dilakukan usai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, keputusan dari MK bersifat final dan tidak bisa diganggu gugat lagi. Sehingga semua pihak harus menerima apapun keputusan MK nantinya.
"Insya Allah sesudah keputusan MK masih ada waktu dua bulan untuk rekonsiliasi. Jadi tidak perlu tergesa-gesa," ujar pakar hukum tata negara ini.
Menurutnya, pertemuan kedua pasangan bukan hanya terkait kedua kandidat, tetapi juga perasaan masing-masing pendukung. dimana 47 persen yang memilih pasangan nomor urut satu dan 53 persen nomor urut dua. "Ketemuannya harus alamiah, karena menyangkut anatomi perasaan manusia," ucapnya.
Jimly mengatakan, pengalaman pilpres 2014 memang sangat menarik sekaligus mendewasakan bangsa Indonesia. Dalam sejarah, baru kali ini pemilih atau masyarakat dihadapkan pada dua pilihan sehingga seolah-olah pendukung juga harus head to head.
Dia menambahkan, bangsa seplural Indonesia 'dibelah' seolah-olah menjadi dua kubu yang harus saling berhadapan dengan persaingan yang sangat ketat. Kondisi ini memang berbahaya dan rawan konflik sosial. Hal itu terbukti dari saling serang antara kedua kubu pendukung di media sosial.
Tetapi, kata dia, bangsa Indonesia mampu melewatinya dengan aman dan damai. Dia juga meminta semua pihak untuk tidak saling memprovokasi. Semua bentuk ketidakpuasan harus ditempuh sesuai koridor hukum yang berlaku. "Mari kita nikmati semua ini secara positif," ujar mantan Ketua MK ini.