REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penonaktifan kepengurusan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono dan Ketua DPP Yoris Raweyai dinilai sebagai sikap otoriter Ketua Umum Aburizal Bakrie (ARB). Sebab, masa orde baru sekalipun belum pernah ada kebijakan semacam itu.
Wakil Ketua Umum DPP Barisan Muda Kosgoro (BMK), Lamhoot Sinaga mengatakan langkah yang diambil ARB seolah menghilangkan demokrasi di tubuh parpol. Dengan mekanisme sepihak ini, ia menghilangkan asas mufakat dan musyawarah dalam ambil keputusan.
“Sikap ini sangat otoriter, bahkan melebihi zaman orde baru,” kata Lamhot di Jakarta, Senin (11/8).
Padahal, perbedaan dalam Partai Golkar adalah suatu hal yang biasa terjadi. Namun, ARB dinilai tak bisa menghormati hal tersebut. Justru menganggap sebagai perselisihan sehingga pemecatan adalah jalan keluar atas ketidakseragaman sikap politik kader.
Jika Agung dan Yoris yang dianggap senior di parpol tersebut bisa diberhentikan begitu saja, bagaimana dengan kader lain yang masih tergolong baru. Padahal, apa yang mereka lakukan tidak sampai melanggar ketentuan serta ideologi Partai Golkar.
“Kami bergerak untuk melakukan tindakan penyelematan. Dalam dua hari ke depan, kalau ARB tak menarik keputusan pemecatan itu, kami akan berkordinasi dengan pihak senior,” ujar Lamhot.
Lamhot menilai kalau memang permasalahan di Golkar ini terkait penyelenggaraan musyawarah nasional (munas), sebaiknya parpol segera mengadakan rapat pleno yang ditindaklanjut dengan rapat pimpinan nasional (rapimnas), bukannya memecat pengurus yang tak sejalan.