REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Maqdir Ismail mengungkap informasi baru terkait formulir surat pindah memilih (A5). Maqdir menginformasikan adanya dua model A5 dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden/Wakil Presiden, Senin (11/8).
Maqdir mengatakan, ada orang yang datang mengunjunginya di rumah, Senin pagi. Orang itu, menurut dia, mengantarkan belasan formulir A5 yang ditandatangani Ketua PPS di Kelurahan Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara. "Model A5, ada yang punya KTP atau tidak," ujar Maqdir di Ruang Sidang Pleno MK.
Menurut Maqdir ada dua model A5 yang dia dapat. Pertama, formulir A5 yang ada keterangan untuk pemilih luar negeri/dalam negeri. Kedua, formulir tanpa keterangan tersebut.
Ia kemudian memverifikasi formulir A5 itu pada saksi termohon, anggota KPU Jakarta Utara Prianda Anata. Saksi saat itu belum dapat mengkonfirmasi mana dokumen A5 yang dipergunakan. Meskipun sudah ada pembukaan kotak suara pada 31 Juli.
Maqdir kemudian memberikan dokumen itu kepada majelis hakim konstitusi. Prianda pun ikut ke depan untuk melihat dokumen tersebut.
Saat jeda sidang, Maqdir mengatakan, berdasarkan informasi orang yang memberikan data, formulir A5 dengan model berbeda itu diberikan kepada pemilih satu hari menjelang hari pemungutan suara. "Padahal ketentuannya kan tidak boleh begitu. Dia musti bawa pengantar yang lain-lain," kata dia.
Bahkan, menurut Maqdir, ada yang membawa A5 tanpa menyertakan KTP. Dari sekitar 13-14 dokumen yang dia terima, ada enam formulir yang tidak disertai dengan KTP. Adanya dokumen ini, membuat Maqdir meyakini adanya modus tertentu terkait dengan pemilih dalam Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb).
"Penggunaan DPKTb ini menjadi sangat tidak benar dan pelaksanaannya ada di bawah. Siapa yang mengawasi mereka, kita tidak tahu," ujar dia.
Memang, Maqdir mengakui, belum dapat memverifikasi apakah dokumen A5 yang didapatnya itu betul digunakan dalam pemungutan suara. Ia mengatakan, justru memverifikasi itu pada saksi dari KPU Jakarta Utara. Sementara dari orang yang mengantarkan dokumen, menurut Maqdir, dokumen itu merupakan foto kopi dari formulir A5 dari dalam kotak suara.
Maqdir menyebut modus seperti ini bisa saja terjadi di wilayah Jakarta.