Hakim Konstitusi mendengarkan keterangan salah satu saksi kubu Prabowo-Hatta dalam sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (12/8).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kubu Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menganggap kesaksian saksi Prabowo Subianto-Hatta Rajasa asal Papua tak perlu dipersoalkan. Kesaksian itu terkait pernyataan tidak adanya gelaran pilpres di salah satu wilayah di Papua yaitu Nawa Putu, Paniai.
Menurut kubu Jokowi-JK, di beberapa wilayah di Papua, ada sistem pilpres yang berbeda dengan tempat lain pada umumnya.
"Bisa ada tiga metode, di beberapa lokasi seperti di Dogiai, Yahokimo, Luga, Puncak Jaya, Jaya Wijaya termasuk dii Nawa Putu," kata anggota tim hukum Jokowi-JK, Taufik Basari dalam sidang gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Gedung Mahkamah Konsitusi (MK), Selasa (12/8).
Politikus Nasdem itu menjelaskan, metode pertama adalah dengan cara mengikat semacam kotak-kotak besar di sebuah batang pohon di darah tertentu. Kotak sebanyak dua buah itu dituliskan nama masing-masing kandidat capres-cawapres.
"Lalu nanti masyarakat diberi kotak suara dan dimasukan ke masing-masing kotak sesuai pilihannya," kata Tobas.
Kedua, melalui kesepakatan antarwarga. Jadi, seluruh warga berkumpul bersama dengan mendiskusikan suara mereka akan diberikan ke mana. Ini yang membuat banyak suara bulat dari hasil pilpres di Papua.
Terakhir, kata dia, dengan sistem big man. Yaitu proses pemilihan suara diserahkan kepada kepala suku sebagai tokoh tertinggi di setiap wilayah.
Suara diserahkan ke kepala suku, nanti dia yang tentukan pilihan sukunya akan ditujukan ke mana. "Jadi tidak ada yang perlu dipertanyakan mengapa di sana tidak terlihat hingar bingar pilpres 9 Juli lalu," klaimnya.
Penjelasan ini menanggapi pernyataan saksi Prabowo-Hatta bernama Novela Nawipa. Perempuan tersebut menerangkan, tak melihat adanya riuh proses pilpres di wilayah tempatnya tinggal ketika hari H pelaksanaan.