DPT Oplosan jadi Senjata Baru Prabowo-Hatta
Jumat , 15 Aug 2014, 18:28 WIB
Republika
Marwah Daud Ibrahim

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -— Pihak Prabowo-Hatta berusaha membuka harapan baru dalam lanjutan persidangan sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (15/8). Saksi ahli yang diajukan pihak mereka, akademisi-politisi Marwah Daud Ibrahim, mengemukakan hasil temuan dugaan kecurangan yang dia sebut sebagai ‘DPT oplosan’.

Menurut Marwah,  DPT  oplosan merupakan manipulasi data pemilih yang dilakukan sebelum hari pemilihan. Marwah menjelaskan, berdasarkan studi yang dilakukan timnya, diketahui terjadi pemindahan nama calon pemilih dari satu daerah ke daerah lain.

Menurut dia, hal tersebut telah menyebabkan para pemilih di satu daerah kehilangan hak pilihnya di suatu daerah karena telah dipindahkan ke daerah lain. “‘Oplosan’ ini membuat calon pemilih tertentu atau calon tertentu terhalang untuk memberikan hak suaranya karena terhalangi untuk  memilih,” ujar Marwah kepada majelis hakim.

Menurut Marwah, dia dan tim telah melakukan riset terhadap data pemilih di 33 provinsi, mencakkup 497 kabupaten/kota. “Di 33 provinsi, jumlahnya pemilih ‘oplosan’ mencapai 10 persen. 10 persen dari 188 juta (pemilih), berarti sekitar 19 juta bermasalah. Ketika berangkat ke 497 kabupate/kota, oplosannya lebih tinggi lagi, 15 persen. 15 persen dari 188 juta itu 29 juta,” kata dia.

Marwah menyesalkan, sidang MK terlalu fokus pada isu Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb). Padahal, menurut dia, DPKTb hanya mencakup masalah pemilih sejumlah 3,8 juta, sementara isu ‘DPT oplosan’ mencakup masalah 2,9 juta pemilih.
“Dan karena adanya ‘DPT oplosan’ ini memunculkan masalah DPK (Daftar Pemilih Khusus) dan DPKTb,” ujar dia.

Menurut Marwah, kecurangan yang berkarakter terstruktur, sistematis dan masif (TSM) tersebut disebabkan oleh lemahnya sistem informasi data yang dimiliki KPU. Karena itu, menurut dia, data daftar pemilih mudah sekali diretas.



Redaktur : Joko Sadewo
Reporter : c54
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar