Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI Jimly Asshidiqie memimpin jalanya sidang Penyelenggara Pemilu di Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (15/8).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tentang kode etik dalam penyelenggaraan pilpres 2014 telah usai, Jumat (15/8). DKPP akan merundingkan dan segera mengumumkan hasil sidang tersebut.
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego menilai dalam sidang kode etik, DKPP hanya mengadili individu. Bukan lembaga atau institusi, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sehingga, jika individu tersebut dinilai melakukan kesalahan yang berat maka akan dipecat. Namun, tidak mengubah keputusan KPU tentang hasil rekapitulasi suara nasional pilpres 2014.
"Jelas Jimly mengatakan hanya mengadili orang bukan KPU. Kalau orang itu mempunyai kesalahan yang berat, dia dipecat. Namun, tidak mengubah keputusan KPU," ujarnya kepada Republika, Sabtu (16/8).
Sehingga, kata dia, tidak akan menjadi masalah jika waktu pengumuman hasil keputusan DKPP dilakukan sebelum keputusan atau sesudah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Namun, menurutnya, jika ingin aman maka putusannya harus sudah dikoordinasikan dengan MK. "Tidak masalah. Kalau aman putusannya sudah dikoordinasikan dengan MK," katanya.
Menurutnya, MK dan DKPP perlu berkoordinasi menyangkut waktu pengumuman hasil keputusan sidang. Meski, secara faktual tidak ada masalah.
Indria mengatakan demokrasi di Indonesia tidak ada yang sempurna dan bebas dari masalah. Karena, semua aturan ada kelemahan.
Apalagi Indonesia berangkat dari proses (demokrasi) yang tidak terencana dengan baik. "Saya ingin berpendapat, mari kita melihat persoalan secara makro demi kepentingan makro," ungkapnya.