REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Proses pemilihan presiden (Pilpres) dan wakil presiden yang sampai saat masih dalam proses di Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai bagian dari proses demokrasi. Ini diungkapkan ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsudin seusai bertemu dengan duta besar Palestina untuk menyerahkan bantuan oleh Prakarsa Persahabatan Indonesia Palestina (PPIP).
Din mengatakan, proses ke MK sangat penting untuk kemajuan demokrasi di Indonesia. Asalkan dilakukan dengan damai tanpa harus dibarengi dengan tindakan kekerasan, intimidasi dan intervensi dari pihak apapun. Sehingga Indonesia, bisa mendapatkan demokrasi yang ideal.
Oleh karena itu, Din menegaskan, semua elemen untuk bisa menghormati proses Pilpres termasuk keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU). “keputusan KPU itu konstitusional,” ujar Din, Senin (18/8) di Jakarta.
Selain itu, Din juga meminta kepada semua elemen untuk mendorong MK agar memberikan keputusan secara transparan. Kemudian, kata Din, diharapkan keputusan MK juga penuh dengan integritas dan keadilan penegakan hukum. Din berharap pada saat MK memutuskan hasil sengketa Pilpres agar bisa diterima. Sebab, kata Din, keputusan MK bersifat final dan mengikat.
Kepada semua pasangan, Din meminta untuk taat asas konstitusi. Apabila dalam keputusan MK nanti tidak sesuai dengan harapannya. Budaya taat konstitusi, Din berharap dikembagkan oleh rakyat Indonesia.
Menanggapi wacana pembentukan Panitia Khusus Pemilihan Presiden (Pansus Pilpres) di Parlemen, Din menilai hal tersebut hanya sebatas letupan emosi. Din, memandang hal tersebut merupakan langkah yang tidak arif. “langkah yang mengandung muatan dendam,” katanya.
Din juga lebih mengharapkan agar orang-orang partai di Parlemen memperbaiki sistem kepartaian. Hal tersebut, tutur Din, dinilai lebih bermanfaat daripada membentuk Pansus Pilpres yang kontraproduktif.