Prabowo-Hatta Dianggap Sulit Buktikan Kecurangan Pilpres
Kamis , 21 Aug 2014, 07:05 WIB
Capres Prabowo Subianto (kiri) dan Cawapres Hatta Rajasa (kanan) memberi hormat pada bendera merah putih saat upacara peringatan HUT ke-69 Kemerdekaan RI di Lapangan Nusantara Polo Club, Cibinong, Jabar, (Antara/Prasetyo Utomo)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, menyatakan agak sulit membuktikan pelanggaran Pilpres secara terstruktur, masif dan sistematis (TSM) di persidangan MK.

"Saya melihat pihak pemohon Prabowo-Hatta agak sulit membuktikan pelanggaran pilpres 2014 secara TSM," tutur Zainal, usai menjadi pembicara dalam acara "Dialog Kenegaraan: Menanti Putusan MK (Sengketa Pemilu 9 Juli 2014)" di Gedung DPD RI, Jakarta.

Dengan selisih sekitar 8,3 juta suara, lanjut Zainal, Tim Prabowo-Hatta juga agak sulit membuktikan pengalihan suara dari pasangan capres-cawapres Joko Widodo (Jokowi)-Muhammad Jusuf Kalla (JK) ke pasangan Prabowo-Hatta.

Ada tiga hal yang bisa dilihat dalam perkara PHPU Pilpres 2014 di MK ini. Pertama, permohonan hukum, termasuk dalil hukum yang dikemukakan masing-masing pihak. Kedua, alat bukti yang ditampilkan, termasuk keterangan para saksi. Ketiga, keterangan saksi ahli dalam persidangan MK.

Dari pihak pemohon, ungkapnya, ada tiga hal yang dipersoalkan. Pertama tentang TSM-nya, kedua tentang selisih suaranya dan ketiga tentang konstitusionalitasnya.
 
Dua hal pertama, papar Zainal, sifatnya 'debatable', agak sulit membuktikan terjadi pelanggaran Pilpres secara TSM. Apalagi dengan selisih sekitar 8,3 juta suara, apakah bisa membalik suara ke pihak pemohon?

Untuk hal ketiga, terkait konstitusionalitas sangat tergantung pada keyakinan para hakim MK. Apakah kesalahan dalam penyelenggaraan pilpres bisa mengubah konstitusionalitas pemilu secara keseluruhan.

Atau apakah yang dimaksud konstitusional itu bersifat relatif, tidak harus seratus persen. Kalau pun ada kecurangan di tiga poin itu iya, tetapi tidak bermaksud merusak hasil pilpres secara keseluruhan. Itu tergantung hakim.

"Saya berpikir bisa jadi putusannya akan menolak, bisa jadi kalau konstitusional tetap berarti MK akan mengabulkkan dan melakukan pemungutan suara ulang di seluruh daerah, atau bisa juga MK meminta pemungutan suara ulang di beberapa tempat yang terbukti terjadi pelanggaran secara nyata. Itu tergantung MK," ungkap Zainal.


Redaktur : Joko Sadewo
Reporter : c57
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar