MK: DPTb, DPK, dan DPKTb tak Bertentangan dengan Hukum dan Konstitusi
Kamis , 21 Aug 2014, 16:48 WIB
antara
Satuan Gegana Polri berjaga di sekitar ruang sidang pembacaan putusan sengketa Pemilihan Presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (21/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan pembentukan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), Daftar Pemilih Khusus (DPK) dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) tak bertentangan dengan hukum dan konstitusi. 

Sebelumnya, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sebagai pihak pemohon perkara perselisihan hasil pemilu (PHPU) pilpres 2014 mendalilkan DPTb, DPK, dan DPKTb bertentangan dengan hukum dan konstitusi.

"DPTb, DPK, dan DPKTb harus dinilai sebagai implementasi dalam rangka memenuhi hak warga negara untuk memilih. DPTb, DPK, dan DPKTb itu tidak bertentangan dengan hukum dan konstitusi, karena dinilai telah memberikan ruang bagi pemilih yang memenuhi syarat tapi tidak terdaftar dalam DPT,” kata Hakim Konstitusi, Ahmad Fadlil Sumadi, saat membacakan putusan di ruang sidang pleno, Kamis (21/8).

Hal itu sesuai dengan pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yang secara konstitusional menentukan setiap warga negara memiliki hak dan kedudukan yang sama dalam pemerintahan, yakni hak dipilih dan memilih. Serta mengacu pada Putusan MK Nomor 102 Tahun 2009.

Namun, hakim memberikan beberapa catatan mengenai implementasi DPTb, DPK dan DPKTb. Antara lain, DPTb, DPK, dan DPKTb rawan disalahgunakan baik oleh pemilih mau pun peserta pemiku. 

Sehingga semestinya diterapkan secara ketat agar tidak terjadi pelanggaran atau setidaknya pelanggaran dapat diminimalisasi.

Selain itu, dalam persidangan terungkap terjadinya beberapa penyimpangan. Seperti waktu pemungutan suara di salah satu tempat pemungutan suara (TPS) di Makasar. Ada pemilih DPKTb yang mecoblos di luar alamat, serta ada yang tidak menyertakan kartu keluarga (KK).

"Tapi tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa termohon dan pihak terkait memanfaatkan DPTb, DPK dan DPKTb untuk memobilisasi pemilih untuk menguntungkan salah satu pasangan calon," imbuh Fadlil.

Hakim juga menekankan, fakta DPTb, DPK, dan DPKTb sebagai pranata pemilu secara hukum harus dianggap telah diketahui masyarakat. Fakta masih berlakunya PKPU Aquo secara hukum DPTb, DPK, dan DPKTb harus dianggap masih ada dan masih berlaku dan pemilih harus dianggap sah menurut hukum.

Hakim juga menetapkan berdasarkan bukti dan fakta persidangan serta saksi ahli, tidak ada bukti yang menunjukkan pemohon dan pihak terkait menggunakan DPTb, DPK, dan DPKTb untuk memobilisasi pemilih untuk memenangkan salah satu pasangan calon. 

"Pemohon tidak menjelaskan bagaimana cara mobilisiasi. Setelah MK mencermati dikaitkan perolehan hasil tidak terdapat DPKTb yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. Apabila dikaitkan dengan petitum pemohon, dalil dan petitum DPKTb tidak relevan," paparnya.

Redaktur : Mansyur Faqih
Reporter : c87
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar