REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara dan Pengamat Politik Indonesia, Refly Harun, menanggapi upaya yang dilakukan Prabowo-Hatta setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014 pada Kamis (21/8). Menurut Refly, upaya gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) maupun Mahkamah Agung (MA) akan sia-sia.
"Dari perspektif hukum hanya akan buang-buang waktu dan tenaga. Dari perspektif sosial politik upaya itu akan mengurangi rasa simpati masyarakat kepada Prabowo-Hatta," kata Refly saat dihubungi Republika, Jumat (22/8).
Menurut Refly, sebagai warga negara dan elit politik seharusnya Prabowo memberikan contoh yang baik yakni ketaatan terhadap hukum. Sebab, putusan MK sifatnya final dan mengikat secara formal. Secara substantif, Raefly menilai putusan MK sudah benar.
"Sejak awal prediksi saya 99 persen gugatan itu ditolak sebab permohonan tidak dilengkapi bukti yang kuat dan saksi-saksinya tidak mendukung," imbuhnya.
Refly mengatakan jika ada upaya lain dari Prabowo-Hatta yang tujuannya untuk menggugurkan putusan MK, Prabowo tidak memiliki etika hukum dan etika politik. Namun, jika gugatan sebagai upaya lain yang bertujuan memperbaiki pelaksanaan pemilu ke depan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dia mempersilakan.
"Dia justru memunculkan hal-hal yang tidak produktif di masa depan. Padahal kita butuh move on ke dalam upaya mewujudkan pemerintahan untuk memenuhi janji kemerdekaan bangsa," jelasnya.
Jika Prabowo-Hatta bersikap positif, kata Refly, mereka memiliki peluang yang sangat lebar untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan, baik di dalam pemerintahan maupun di luar pemerintahan sebagai pengontrol kebijakan pemerintah. Dalam waktu lima tahun ke depan saat Pileg dan Pilpres 2019 kesempatan terbuka lebar karena partai politik tidak butuh ambang batas. Sebab, pada 2019 Pileg dan Pilpres akan digabung.