REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor mengatakan Partai Amanat Nasional (PAN) akan sulit untuk bergabung ke pemerintahan Jokowi-JK.
Hal tersebut dikarenakan untuk memutuskan bergabung ke pemerintahan Jokowi-JK maka harus ada kesepakatan elite partai PAN. Ia menjelaskan, beberapa elite partai PAN sejak awal memang tidak mendukung Jokowi sehingga agak sulit untuk merubah arah politik partai.
Selain itu, keberadaan Hatta Rajasa sebagai cawapres Prabowo pada pilpres beberapa waktu lalu juga menjadi beban tersendiri bagi PAN untuk memutuskan beragabung ke pemerintahan Jokowi-JK.
"PAN ini memang tidak sesolid Gerindra dan PKS, namun memutuskan untuk berkoalisi memang butuh waktu dan peran elite partai," ujar Firman Noor saat dihubungi Republika Senin (25/8).
Sedangkan untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP), ia menilai PPP memiliki peluang cukup besar dan tidak memiliki beban moral jika memutuskan utuk bergabung ke pemerintahan Jokowi-JK. Ia menjelaskan, bagi kelompok dan pengurus PPP yang berbeda garis dengan Surya Dharma Ali (SDA) akan menyuarakan untuk PPP merubah arah politik partai dengan mendukung Jokowi-JK.
Ia menambahkan, PPP meyakini akan sulit memperoleh posisi di parlemen sehingga memutuskan untuk mencari posisi di pemerinatahan. Namun kebijakan tetap ada di petinggi partai PPP.
Namun, PAN dan PPP harus menyadari tidak akan ada jabatan ataupun transaksional jika mereka memutuskan untuk bergabung ke pemerintahan Jokowi-JK. "Jokowi harus meyakini mitra koalisi bahwa tidak akan ada jabatan, jangan sampai keberadaan PAN dan PPP nantinya justru akan mempersulit Jokowi-JK," ujarnya.