Perang siber (Cyber War). Ilustrasi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah Pemilihan Legislatif selesai maka perhatian pengguna media sosial (Netizen) beralih ke Pilpres 2014. Jika dilihat dari banyaknya pembicaraan di twitter maka hanya ada tiga kubu yang bersaing yakni Kubu Jokowi, Prabowo Subianto, dan Aburizal Bakrie.
Sampai saat ini, berdasarkan data Indexpolitica, Jokowi masih memimpin pembicaraan di twitter dengan 31.21 persen share of voice. Posisi kedua adalah Prabowo Subianto dengan 13.48 persen. Baru kemudian Aburizal Bakrie (ARB) dengan 11.79 persen.
Direktur Eksekutif Indexpolitica, Denny Charter, menyatakan, pembicaraan yang berhubungan capres sekarang di dominasi Jokowi, Prabowo dan Ical. Mereka ini adalah kandidat terkuat. "Sudah pasti mereka menyiapkan cyber army untuk membentuk opini masyarakat dari dunia maya," jelasnya.
Peperangan di Pilpres adalah perang di udara, Indonesia terlalu luas untuk ditaklukan hanya dengan strategi perang darat. "Maka dari itu setiap capres berjuang keras untuk memenangkan peperangan udara tersebut," ujar Denny.
Berbagai cara dilakukan oleh tim digital campaign dari masing-masing capres. Mereka memulai dari memaparkan visi misi, menceritakan keberhasilan sang kandidat, saling sindir menyindir, gosip politik sampai negatif campaign juga dilakukan. Khusus negatif campaign, semua tim capres melakukannya di twitter.
Menurut Denny, teori agenda setting yang dikemukakan oleh McComb saat ini menjadikan social media sebagai titik awalnya. Isu-isu yang dianggap penting oleh sosmed akan dimainkan oleh media media lainnya seperti media online dan media cetak sehingga akhirnya menjadi penting bagi Publik.
"Disinilah arti penting Perang Udara bagi para capres," paparnya. Public opinion harus dapat dimenangkan untuk dapat melenggang mulus pada 9 Juli nanti.