Mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla (kanan) serta Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj (kiri) menjawab pertanyaan wartawan usai melakukan pertemuan tertutup di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (16/4). (Republika/Agung Supriyanto)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Faisal Nurdin Idris, menilai mantan Wapres Jusuf Kalla lebih cocok menjadi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
Dosen ilmu politik UIN ini, di Jakarta, Selasa, mengatakan, pria berusia 70 tahun lebih itu diharapkan tetap memberikan nasihat berbangsa dan bernegara, tanpa harus terlibat langsung dalam pemerintahan.
"Beliau (JK) sangat bagus memantau jalannya pemerintahan dari jauh," jelasnya.
Jusuf Kalla, kata dia, diharapkan memahami pentingnya proses kaderisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga ke depan akan ada generasi baru yang masuk dalam pemerintahan.
Kordinator aksi Gerakan Mahasiswa untuk Indonesia Bangkit (GMIB), Ahmad Ghufron mengatakan, desakan tersebut memang sengaja dikondisikan oleh pihak tertentu. Pihak ini menginginkan agar JK bersedia mendampingi salah satu capres.
"Itu sudah massif, terutama di twitter. Pengamat juga dikondisikan. Para cukong itu yang menggerakkan," katanya, saat menggelar aksi di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Selasa.
Padahal, lanjut Ghufron, desakan tersebut tanpa disadari telah menghina JK dalam kapasitasnya sebagai guru bangsa. Apalagi usia JK saat ini sudah di atas 70 tahun.
"Kami prihatin. Pak JK bagi kami adalah mantan wakil presiden yang bersih tanpa cacat. Beliau adalah negarawan," tuturnya.