Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie melambaikan tangan usai memantau penghitungan cepat di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Rabu (9/4).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Capres Golkar, Aburizal Bakrie, disarankan lebih baik mundur dari posisinya sebagai kandidat pemimpin bangsa. Dia lebih baik mempersilahkan senior Golkar, Akbar Tandjung, menjadi cawapres yang berduet dengan capres yang ada saat ini.
Pengamat politik Charta Politika, Yunarto Wijaya, menyatakan jika benar Ical menjadi king maker, maka dukungan pada Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung sebagai Cawapres Golkar, harus dilakukan.
Akbar dinilai berkompeten menjadi cawapres. “Dia memiliki rekam jejak yang bagus di partai," jelasnya, di Jakarta, Senin (12/5). Pengalamannya dalam pemerintahan cukup mumpuni. Dia juga memiliki banyak basis dukungan, dibandingkan dengan elite Golkar lainnya.
Desakan pada Ical untuk mundur dari pencapresannya semakin kuat. Setelah sebelumnya diutarakan oleh Ketua Forum Silaturahmi DPD II Partai Golkar se-Indonesia, Muntasir Hamid, desakan mundur juga disuarakan dari organisasi sayap Golkar.
“Kami menuntut Aburizal Bakrie tidak memaksakan diri dengan berlindung dibalik hasil rapimnas yang tidak aspiratif. Berkacalah terhadap lemahnya elektabilitas anda,” kata Ketua Pimpinan Daerah Kolektif (PDK) Kosgoro Kota Bogor, Samsul Hidayat.
Menurut Samsul, pencapresan Ical tidak mendongkrak suara Golkar. DPP Golkar dinilai terlalu terburu-buru dalam menentukan calon presiden sehingga sangat mempengaruhi suara Golkar dalam pemilu legislatif.
Sementara, Pendiri Partai Golkar yang juga perintis awal Soksi, Suhardiman, meminta Ical mengurungkan niatnya menjadi capres pada pemilihan presiden (pilpres). Alasannya, elektabilitas Ical masih sangat rendah. Yang akan menjadi presiden menurut dia adalah orang Jawa.
"Saya berani bertaruh bahwa tidak mungkin ARB (Ical) menang," kata Suhardiman beberapa waktu lalu. Ical dinilainya lebih tepat menjadi dalang untuk memenangkan calon dari Partai Golkar.