REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Dewi Motik Pramono menyatakan harapan lebih banyak wanita bisa mempimpin Indonesia di masa depan.
"Saya percaya semakin banyak perempuan menunjukkan hasil karyanya untuk bangsa ini dan kebanyakan dari mereka tidak berasal dari partai politik jadi tidak memikirkan partai," katanya saat ditemui di kantor Kowani di Jakarta Pusat, Senin (26/5).
Namun Dewi mengatakan lebih mendukung perempuan duduk di pemerintahan atau parlemen karena kualitas, bukan karena kuota.
"Saya tidak percaya dengan kuota, yang penting adalah kualitas. Orang-orang yang ada di pemerintahan atau parlemen harus orang yang punya karya," katanya menambahkan.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 menyebutkan partai politik wajib mengajukan minimal 30 persen perempuan sebagai calon anggota legislatif. Undang-undang tersebut juga diperkuat dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pencalonan Anggota Legislatif.
Meski keterwakilan perempuan di parlemen terus meningkat dari pemilu ke pemilu, namun jumlahnya masih di bawah 30 persen. Pada Pemilu 2009 keterwakilan perempuan di parlemen hanya sembilan persen, meningkat menjadi 10 persen pada Pemilu 2004. Kemudian pada Pemilu 2009 melonjak menjadi 18 persen keterwakilannya di parlemen.
Sebelumnya Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar mengingatkan partai politik tidak merekrut calon dari perempuan hanya untuk memenuhi kuota yang ditetapkan aturan Pemilu.
"Seharusnya, setelah pemilu, partai politik langsung merekrut calon perempuan untuk pemilu mendatang," kata Linda.
Menurut dia, jangan merekrut perempuan sebagai caleg menjelang penetapan daftar calon sementara dan daftar calon tepat. Ia juga menilai sejumlah partai masih belum memberi pembekalan yang cukup bagi calon legislatif yang perempuan.
"Ada yang sudah memberi pembekalan, ada yang kurang," kata Linda Amalia.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan memberi pembekalan kepada para caleg perempuan. Misalnya berupa pemahaman tentang isu tumbuh kembang anak atau kesehatan bagi ibu dan anak.
"Tantangan bagi mereka, bagaimana setelah terpilih, kalau tidak memenuhi janji saat kampanye, bersedia mundur," kata dia.
Dengan memberi pembekalan dan pemahaman kepada caleg perempuan, mereka dapat menjadi lebih percaya diri dalam menghadapi dunia politik. "Ini yang kadang masih terjadi di Indonesia," kata Linda Amalia.