Home >> >>
Prabowo: Masih Segelintir Orang Kuasai Kekayaan dan Tanah Indonesia
Kamis , 29 May 2014, 11:11 WIB
Calon Presiden Prabowo Subianto saat menghadiri Deklarasi Pemenangan Prabowo-Hatta di Monumen Perjuangan Jabar, Dipatiukur, Bandung, Rabu(28/5). (foto: Septianjar Muharam)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Capres dari koalisi Merah Putih Prabowo Subianto menyebut kehidupan ekonomi di Indonesia masih tidak seimbang. Ia menilai kesenjangan masih terjadi. Prabowo melihat itu dari indeks Gini.

"Kita kurang waspada sehingga keadaan sekarang yang menikmati pembangunan terlalu sedikit," kata Prabowo, saat menjadi pembicara di Rapimnas Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di Bandung, Rabu (28/5). Prabowo menyebut, menjadi pekerjaan rumah ke depan untuk mengatasi kesenjangan.

Berdasarkan sumber data pemerintahan pada 2013, Prabowo mengatakan, rasio gini Indonesia 0,41. Artinya, ia mengatakan, satu persen rakyat menguasai 41 persen kekayaan Indonesia. Bahkan Prabowo mengaku mendapat bocoran dari badan internasional rasio gini Indonesia mendekati 0,50. "Satu persen rakyat Indonesia menguasai 50 persen kekayaan," kata mantan Danjen Kopassus itu.

Rasio Gini dalam pertanahan, menurut Prabowo, lebih berat lagi. Ia mengatakan, satu persen orang Indonesia menguasai 80 persen lahan. Apabila tren seperti ini terus berjalan, ia mengatakan, pada 2018 rasio gini bisa mencapai 0,95. "Kalian gak punya apa-apa. Ini tantangan kita," ujar Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu.

Prabowo-Hatta berharap ke depan Indonesia dapat bangkit dan dapat mensejahterakan rakyatnya. Prabowo mengusung apa yang disebutnya 'Kembali ke Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945'. Ia mengatakan, kekayaan negara ini harus dinikmati semua rakyat Indonesia. "Minimal kita atur, kendalikan, bahwa manfaatnya untuk rakyat kebanyakan, bukan segelintir manusia saja," kata dia.

Kesejahteraan rakyat dan pemerataan menjadi salah satu fokus Prabowo-Hatta apabila menjadi pemimpin Indonesia ke depan. Prabowo belajar dari sejarah apabila jumlah masyarakat miskin semakin banyak, sementara si kaya sedikit. Ia mengatakan, itu menjadi potensi keresahan sosial yang bisa berujung revolusi. "Tidak mungkin sebagian besar rakyat akan duduk dalam keadaan lapar, dalam keadaan tidak punya pekerjaan, tidak berdaya. Ini adalah pelajaran sejarah peradaban manusia," ujar dia.

Redaktur : Muhammad Hafil
Reporter : Irfan Fitrat
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar