REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Capres PDIP, Joko Widodo, hanya mengklaim didukung NU. Hal ini dilakukan untuk menggiring massa NU mendukung pasangan yang didukung PDIP, PKB, Hanura, Nasdem, dan PKPI, ini.
"Nyatanya, kiai - kiai besar NU belum tentu mendukungnya," jelas Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Djaka Badranaya, saat dihubungi, Rabu (4/6). Menurutnya, hal ini dilakukan kubu Jokowi untuk mendapatkan dukungan. Sayangnya, hal seperti ini tidak efektif. Bahkan, jelasnya, menyinggung kyai NU yang dicatut namanya sebagai pendukung Jokowi.
Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur (Jatim), KH Shalahuddin Wahid, membantah telah memberikan dukungan kepada pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla di Pemilihan Presiden (Pilpres) 9 Juli mendatang.
"Siapa bilang? Itu tidak benar. Kita tidak mungkin mendukung yang kita sendiri gak tahu apa yang akan dia lakukan untuk pesantren ke depan," kata kiai yang akrab disapa Gus Sholah itu.
Pihaknya tidak mempengaruhi para santri, alumni, dan masyarakat sekitar pesantren yang dipimpinnya untuk mendukung atau memilih salah satu pasangan capres-cawapres. "Sampai saat ini, saya tidak mendukung salah satu calon. Mereka bebas pilih siapa saja," ujar adik kandung presiden RI keempat Gus Dur itu.
Pengamat politik Konsep Indonesia (Konsepindo), Budiman, menyatakan fonomena ini memberikan pelajaran bagi kubu pemenangan siapun, utamanya, Jokowi, tidak boleh sembarangan dalam melakukan klaim-klaim dukungan. Menjual klaim dukungan kyai, pesantren, dan umat Islam untuk kepentingan politik sesaat akan menggangu dan merusak cita cita pemilu yang berintegritas dan damai.
"Lebih baik setiap kandidat menyampaikan visi yang jelas dan terukur soal pendidikan dan pengembangan pesantren dalam bingkai kebangsaan," jelasnya.