Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin memberikan sambutan pada Tanwir Muhammadiyah di Mesra Ballroom, Samarinda, Kalimantan Timur, Jumat (23/5).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia menyampaikan Tausiyah Kebangsaan untuk Menghadapi Pemilu Presiden 2014 di Gedung MUI Pusat Jakarta, Kamis (5/6). Hendaknya masyarakat memilih pemimpin yang agamis, ma'ruf, jujur, adil, bertanggung jawab dan berkemampuan.
"Melihat dan memilih capres dan cawapres yang agamis. Agamis yang tidak hanya sekedar dalam simbolik saja tetapi harus benar-benar taat dalam agama, perilaku yang akhlakul karimah," ujar Din Syamsudin, Ketua Umum MUI Pusat dalam konferensi press Tausiyah Kebangsaan.
Ia melanjutkan, pemimpin harus adil dan bertanggung jawab serta berkapabilitas agar dapat memimpin dengan baik dan mampu mencapai cita-cita Indonesia yang aman sentosa, adil, makmur dan berdaulat.
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden merupakan agenda yang penting. Olehh karena itu, MUI mendorong setiap warga negara untuk menggunakan hak pikihnya secara bertanggung jawab, cerdas, dan penuh pengetahuan terhadap capres dan cawapres yang mampu membawa perubahan.
Terkait dengan politisasi agama yang terjadi dalam kegiatan kampanye dan pilpres, ia menyampaikan bahwa hal tersebut tidak positif karena menggunakan agama sebagai kepentingan politik. Namun, apabila para capres dan cawapres menunjukan sisi keagamaan mereka maka hal tersebut tidak dapat disebutkan sebagai politisasi agama.
"Apakah mengucapakan salam dan doa sebelum memberikan penyampaian mereka kepada masyarakat termasuk politisasi agama. Hak tersebut tidak bisa dijadikan sebagai acuan untuk menyampaikan bahwa hal itu adalah politisasi agama," lanjutnya.
Hal yang dikatakan sebagai politisasi agama adalah ketika masing-masingnya saling meragukan keagamaan bahkan dan saling melontarkan ketidakajelasan agama pada setiap pasangan. Ia juga menyatakan bahwa sangat tidak arif dan tidak adil apabila pilpres ini disamakan dengan perang Badar.
"Perang Badar adalah perang antara kaum muslimin dengan kaum musyrikin, tetapi antara pasangan yang ada semuanya adalah seorang Muslim, sehingga sangat tidak arif mengatakan Pilpres ini seperti Perang Badar," lanjutnya.