REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik, Burhanudin Muhtadi, menilai kampanye hitam dan negatif merusak elektabilitas capres nomor urut 2, Joko Widodo. Dua model kampanye itu berpengaruh terhadap elektabilitas calon presiden nomor urut dua tersebut.
Ia mencontohkan kampanye hitam melalui tabloid Obor Rakyat yang akhirnya ramai diperbincangkan di media sosial. Masyarakat memahami siapa sebenarnya Jokowi sebagaimana digambarkan media massa itu.
Burhanudin juga memaparkan, isu-isu SARA yang dialamatkan kepada Jokowi membahayakan konstruksi kebinekaan. "Bagi masyarakat kelas menengah bawah yang mengganggap isu etnik dan agama penting itu menjadi berdampak. Meskipun faktualnya sama sekali tidak," tuturnya, di Jakarta, Senin (16/6).
Serangan kampanye hitam berdampak terhadap elektabilitas Joko Widodo. Sedangkan elektabilitas Prabowo tidak berpengaruh saat diserang dengan kampanye negatif.
Menurut Burhanudin, kampanye negatif terhadap Prabowo terkait dengan isu Hak Asasi Manusia (HAM). "Penculikan aktivis, pelanggaran HAM, menurut saya ada dasarnya, ada rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira (DKP). Sayangnya, masyarakat tidak mengganggap penting," kata Burhanudin.
Burhanudin menduga masyarakat tidak terlalu mengerti mengenai isu HAM. Apalagi kemudian muncul surat DKP mengenai pemberhentian Prabowo. "Karena itu tidak punya efek, dan di waktu yang sama HAM berbeda dengan korupsi. Kalau korupsi itu kan isunya jauh lebih kuat daripada isu HAM," ujarnya.
Dia mengatakan hal itu sebenarnya menjadi kritik untuk masyarakat. Sebab, masyarakat menganggap HAM sebagai isu yang tidak penting. "Padahal dimana-mana isu HAM itu harusnya jadi prioritas, tapi secara faktual kita temukan orang yang tahu isu negatif kepada Prabowo malah elektabilitasnya lebih tinggi dikalangan yang tahu ketimbang yang tidak tahu," ujarnya.