Home >> >>
Mendagri Sarankan KPU Minta Tafsir UU Pilpres
Jumat , 27 Jun 2014, 15:19 WIB
Republika/Wihdan Hidayat
Gamawan Fauzi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyarankan Komisi Pemilihan Umum untuk meminta tafsir kepada Mahkamah Konstitusi terkait syarat pasangan calon terpilih sebagai presiden dan wakil presiden.

"Saya sudah pernah bicara dengan KPU supaya sebaiknya KPU meminta tafsir atas pasal itu. Tetapi semua penyelenggaraan Pemilu menjadi ranah KPU, saya tidak berkompeten untuk itu, hanya saya pernah menyarankan untuk meminta tafsir ke MK," kata Gamawan ditemui di kantornya, Jumat.

Dia mengatakan Pasal 159 UU Nomor 42 Tahun 2008 mengadopsi persis Pasal 6a Undang-Undang Dasar 1945, sehingga kedua unsur di dalamnya wajib dipenuhi oleh seluruh peserta Pemilu.

Namun, dengan adanya sejumlah tafsir yang muncul terkait pelaksanaan pemungutan suara sebanyak satu atau dua putaran, Mendagri menyerahkan wewenang itu kepada KPU apakah ingin mengambil diskresi atau meminta tafsir MK atau tidak.

Mendagri juga mengatakan pihaknya tidak mempersiapkan draf peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) pilpres terkait pasal tersebut.

"Untuk hal ini memang tidak kami siapkan, karena hanya tafsir saja. Perppu (Pilpres) dulu pernah kami siapkan menyangkut hak pilih anggota TNI yang tidak secara eksplisit disebutkan tidak boleh memilih karena hanya disebutkan tidak boleh ikut berpolitik praktis," jelasnya.

KPU tidak minta

Sementara itu, KPU menyatakan tidak akan meminta tafsir ke MK dan tetap berpendirian pada Peraturan KPU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

"Kami memutuskan bahwa kami tetap mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 seperti yang kami tuangkan dalam PKPU Nomor 21 Tahun 2014. Apabila nanti ada putusan MK yang berbeda dengan ketentuan UU, maka kami pasti akan mematuhi keputusan tersebut," kata Komisioner Arief Budiman di Jakarta.

Meskipun sudah mempersiapkan draf revisi PKPU tersebut, lanjut Arief, KPU tidak akan mengubah substansi dalam Peraturan itu.

"Mungkin dalam PKPU itu masyarakat masih belum melihat ada sesuatu yang tegas sehingga masih ada tafsir macam-macam," kata mantan anggota KPU Provinsi Jawa Timur itu.

Oleh karena itu, pada 1 Juli atau tiga hari sebelum pelaksanaan pemungutan suara Pilpres di luar negeri, KPU akan mengeluarkan keputusan yang merinci terkait PKPU tersebut.

"Tanggal 1 Juli, paling lambat, kami akan sudah memutuskan dan memberi penjelasan lebih rinci terkait sistem ini. Walaupun sebetulnya dalam PKPU sudah jelas bahwa kami mengikuti Undang-Undang, tetapi itu akan memberikan tafsir lebih jelas bahwa ketentuan (terkait sebaran perolehan suara) itu harus diikuti," ujarnya.

Redaktur : Muhammad Hafil
Sumber : Antara
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar