Jokowi bersiap menyampaikan laporan harta kekayaan dari di kantor KPU, Jakarta, Selasa (1/7).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara, menilai seharusnya PDIP tidak perlu terpancing dengan melakukan tindakan anarkis terhadap media. Tindakan main hakim sendiri dinilainya justru bisa menjadi blunder terbesar bagi kubu Jokowi jelang pencoblosan pada 9 Juli.
"Yang pertama, PDIP seharusnya tidak perlu terpancing melakukan tindakan anarkis yang bisa merugikan dirinya sendiri jelang Pilpres 9 Juli. Serahkan saja persoalannya pada penyelenggara pemilu atau yang berwenang. Biar publik sendiri juga ikut menilai substansi dari berita tersebut," kata Igor dalam keterangan pers yang diterima ROL, kemarin.
Menurutnya PDIP sebagai partai pengusung Jokowi-JK, sebaiknya tidak usah terprovokasi. Apalagi, kata Igor, masih sangat banyak media cetak, online dan televisi yang jauh lebih gigih membela kepentingan PDIP dan bisa melakukan counter.
"Yang kedua, kubu Jokowi harus bisa belajar dari kompetitornya yang walaupun dikatain sebagai psikopat, otoriter, penculik dan lain-lain, pendukungnya tidak bereaksi anarkis dan cenderung menyelesaikannya secara hukum. Disini, para pendukung Jokowi perlu menyimak gagasan Revolusi Mental yang sering didengungkan lewat manifestasi dari perilaku yang menjunjung kesantunan, kebebasan media. Atau malah sebaliknya?" paparnya.
Igor pun sepakat jika perbuatan tersebut justru menimbulkan persepsi bahwa kubu Jokowi-JK lah yang otoriter karena mengancam kebebasan pers dan tidak sesuai dengan jargon Revolusi Mental.
Sebelumnya, kubu Jokowi geram lantaran sebuah pemberitaan di TV One yang dinilai melecehkan PDIP dan sang capres. Akibatnya kantor TV One digeruduk massa.