Home >> >>
Kecurangan Jelang Pilpres Mulai Masif Terjadi
Jumat , 04 Jul 2014, 18:31 WIB
Pendukung pasangan capres Jokowi-Jk mengikuti pengukuhan satgas relawan Jokowi-JK antikecurangan dan politik uang di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Kamis (26/6). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia mensinyalir adanya potensi kecurangan yang cukup masif dalam pemilihan presiden (pilpres) 2014. Kecurangan tersebut sudah ditemukan di berbagai daerah dengan modus memobilisasi birokrasi dan mengintimidasi terhadap rakyat.

Anggota Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia Sri Palupi mengatakan, di Jawa Barat, Gubernur Jawa Barat sudah mengarahkan dan menekan bupati, camat, kepala desa serta rakyat untuk memilih calon presiden nomor urut 1. Penggunaan birokrasi sebagai alat intimidasi dan mesin politik pemenangan capres tertentu menjadi sangat berbahaya bagi kehidupan demokrasi.

"Rakyat menjadi kehilangan kebebasan untuk memilih sesuai nuraninya," katanya dalam diskusi bertajuk 'Bahaya Penggunaan Birokrasi sebagai Alat Intimidasi dan Mesin Politik Pemenangan Capres' di Jakarta, Jumat (4/7).

Palupi melanjutkan, kejadian kecurangan juga terjadi di Sumatera Barat. Telah ditemukan adanya politik uang yang sudah terjadi. Seperti dalam bentuk buka bersama yang diberi amplop berisi uang untuk memilih capres tertentu.

Sementara di Kabupaten Batang Jawa Tengah, kata Palupi, ada warga yang diminta untuk memfoto kopi KTP dan ditukar dengan uang Rp 30 ribu dengan syarat tidak perlu lagi datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Dia juga meminta kepada media massa untuk tidak saling memfitnah dan memprovokasi karena bisa menimbulkan konflik horizontal. "Media tolong kedepankan profesionalitas dan menghindari segala bentuk profokasi yang memicu konflik," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, seorang warga di wilayah Gunung Halimun, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Edi mengaku mendapat arahan dari kepala desa untuk memilih pasangan capres-cawapres tertentu. "Saya takut kembali ke masa lalu. Ditekan dan diintimidasi seperti dulu," katanya.

Edi juga mengatakan banyaknya daftar pemilih tetap (DPT) di daerahnya yang masih kacau. Ia mengaku ada beberapa DPT yang masih ada padahal yang bersangkutan telah meninggal.

Redaktur : Muhammad Hafil
Reporter : c30
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar