Prabowo Subianto berpelukan dengan Joko Widodo sesaat sebelum debat capres sesi ketiga di Jakarta, Ahad (22/6) malam WIB.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemrakarsa Komite Rekonsiliasi Nasional dari Soegeng Sarjadi Syndicate, Soegeng Sarjadi mengatakan, jelang Pilpres 9 Juli mendatang suasana makin panas akibat perseteruan antara pendukung Jokowi dengan pendukung Prabowo.
"Ada baiknya sebelum minggu tenang, jelang pilpres besok, Jokowi dan Prabowo saling mengunjungi untuk mengajak pendukungnya pemilu damai. Ini sangat bagus dilakukan agar para pendukung mencontoh sikap damai di antara keduanya," ujar Soegeng di Jakarta, Jumat, (4/7).
Diperlukan rekonsiliasi politik nasional di mana calon pemimpin masing-masing kubu. "Sangat baik jika Jokowi maupun Prabowo saling mengunjungi dan bersalaman. Tidak boleh ada lagi hal-hal yang memanaskan politik yang menyangkut HAM maupun SARA,"kata Soegeng.
Soegeng mengaku terpanggil untuk mencairkan suasana yang panas jelang pilpres. Sebab konflik SARA jelang pilpres semakin banyak, ini harus dihentikan.
Pemrakarsa Komite Rekonsiliasi Nasional dari Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) Christian Wibisono menambahkan, menunjukkan sikap damai di antara dua kubu yang akan bertarung pada 9 Juli mendatang adalah hal yang baik jika dilakukan. "Ini untuk mencegah terjadinya penajaman konflik,"katanya.
Pihaknya, ujar Christian, ingin pilpres mendatang itu seperti permainan sepak bola saja. Sepak bola itu untuk mencetak gol, bukan untuk mendorong terjadinya tawuran.
"Kami ingin para pemimpin baik capres cawapres bisa mempraktekkan pemilu yang aman, damai, tertib. Kalaupun ada perbedaan pendapat di antara para pendukung kubu jangan berakhir dengan konflik kekerasan," kata Christian.
Kalau ada capres yang kalah dalam pemilu besok, ujar Christian, tidak perlu patah arang, tidak perlu ada suasanan mencekam. "Capres yang kalah bisa menunggu lima tahun lagi untuk maju nyapres lagi,"ujarnya.