Hatta Rajasa (kanan) berpelukan dengan Jusuf Kalla usai debat cawapres di Hotel Bidakara, Jakarta, Ahad (29/6) malam WIB.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemrakarsa Komite Rekonsiliasi Nasional dari Soegeng Sarjadi Syndicate, Soegeng Sarjadi mengatakan, sebaiknya para capres yang maju pilpres mendatang meminta agar para pendukungnya melakukan pemilihan secara damai.
"Saat ini konflik yang terjadi di antara pendukung kedua kubu cukup panas. Makanya para capres yang maju harus menyerukan damai di antara para pendukungnya," kata Soegeng di Jakarta, Jumat, (4/7).
Nelson Mandela, terang Soegeng, bisa menjadi contoh atau teladan yang bagus dalam mendukung perdamaian antar berbagai kubu. Nelson Mandela tidak pernah dendam kepada pemerintah Apartheid di Afrika selatan.
Bahkan, ujar Soegeng, saat Nelson Mandela akhirnya menjadi presiden Afrika Selatan, ia tidak menghukum pelaku Apartheid, tapi hanya tidak memberikan kesempatan untuk mereka berkuasa di pemerintahan lagi.
"Nelson Mandela berhasil melakukan rekonsiliasi nasional di negaranya,"ujarnya.
Menurut Soegeng, dari pilkada sampai pilpres, konflik rasial, agama, suku, selalu didengung-dengungkan. Ini terjadi karena berbagai kasus pelanggaran HAM, maupun sejarah yang memilukan di Indonesia tidak pernah diselesaikan.
Di Indonesia, terang Soegeng, masih banyak kasus yang tidak pernah direkonsiliasi seperti Pemberontakan PKI Madiun 18 September 1948, Pemberontakan DI /TII/NII 7 Agustus 1949 oleh Kartosuwiryo, Pemberontakan PRRI/Permesta 15 Februari 1958 di Sumbar dan Sulut. Berbagai kasus yang tidak direkonsiliasi ini menimbulkan konflik yang berkepanjangan.
"Akibatnya saat terjadi pilkada, pilpres,banyak yang saling tuding sebagai antek PKI. Ini semua terjadi karena berbagai konflik nasional tidak pernah direkonsiliasi sehingga masih ada dendam di antara orang-orang atau keturunan orang yang berkonflik," ujar Soegeng.
Makanya, kata Soegeng, presiden yang akan datang harus mendukung terjadinya rekonsiliasi nasional antar berbagai konflik masa lalu. Jika masih ada korban yang merasa dirugikan, maka pemerintah harus memberikan ganti rugi.