REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua PBNU Said Aqil Siroj meminta agar kedua capres tidak tergesa-gesa mengumumkan kemenangan.
"Saya khawatir kalau sudah ada capres yang mendeklarasikan diri menang, ternyata kalah pada 22 Juli. Ini bisa menimbulkan konflik di tingkat bawah, berbahaya," kata Said, Kamis (7/10).
Konflik ini, ujar Said, bisa terjadi jika misalnya sudah ada capres yang merayakan kemenangan dengan berpesta pora. Namun tiba-tiba KPU tidak mengumumkannya jadi pemenang, lalu tim suksesnya tidak terima dan membuat huru-hara.
Makanya, kata Said, masing-masing kandidat capres cawapres harus berpikir tenang dan jernih. Kedua capres memiliki tim riset survei dengan hasil quick count yang berbeda-beda.
Memang, ujar Said, perlu menghormati sumbangsih survei dalam kehidupan demokrasi. Namun tetap harus merujuk pada KPU untuk mengetahui siapa pemenang pilpres sesungguhnya.
Sebab, kata Said, hanya KPU penentu sesungguhnya pemenang pilpres. Ini yang sesuai dengan undang-undang.
Sebaiknya, ujar Said, saat ini lebih baik seluruh warga Indonesia bersama-sama mengawal perhitungan suara, baik di tingkat TPS, desa, kecamatan, kabupaten, hingga ke level nasional. Namun dengan proporsi , mekanisme dan bentuk pengawalan yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
KPU, terang Said, juga harus bersikap jujur agar menjalankan proses penghitungan suara dengan berdasarkan amanah, tugas, dan kejujuran. Jujur untuk mengumumkan siapa yang menang dan siapa yang kalah dengan data dan validasi yang dapat dipertanggungjawabkan.