REPUBLIKA.CO.ID, “Kam sia, kam sia... Makasih, Bos sudah datang. Makasih, makasih....” Begitu Anthon Obey menyapa orang-orang yang berdatangan. Interaksi tersebut tidak terjadi di pesta perkawinan, dan Pak Tua Anthon juga bukan ayah mempelai pengantin. Kejadian itu berlangsung pada hari Pemilihan Presiden, 9 Juli lalu.
Anthon adalah tokoh di lingkungan kampung Pecinan, Kelurahan Patunuang, Kecamatan Wajo, Makassar, Sulawesi Selatan. Dia berterimakasih kepada warga yang datang untuk memilih. Dia mengekspresikan rasa senangnya dengan lambaian tangan. Sesekali dia menyempatkan untuk menjabat tangan dan menyapa mereka dalam Bahasa Hokkien. Perbincangan Republika dan lelaki 65 tahunan itu pun sesekali terhenti karena kesibukan Anthon berinteraksi dengan warga.
Raut wajah Anthon semringah hari itu. Wajar memang. Dia adalah bagian dari tim pemenangan Jokowi-JK. Hari itu Anthon begitu yakin mayoritas warga akan memilih kandidat yang dia jagokan. Anton lalu menceritakan alasan dia dan sebagian besar warga Tiong Hoa di sana memilih Jokowi-JK. Anthon mengaku memiliki banyak alasan menjatuhkan pilihan pada kandidat nomor urut dua itu.
Menurut dia, Indonesia butuh pemimpin yang terjun ke bawah. Pemimpin seperti itulah yang menurut dia dapat merasakan apa yang dibutuhkan oleh rakyat. Dengan cara itu pula, menurut Anthon, seorang pemimpin dapt memeriksa kualitas kerja bawahan-bawahannya. Selain itu, dia juga sangat setuju dengan gagasan “Revolusi Mental” yang diusung Jokowi-JK.
“Indonesia sekarang dipimpin pemerintah mafia, sementara masyarakat terkotak-kotakan dalam konflik horisontal. Kita butuh perubahan. Revolusi Mental itu sama dengan konsep Bung Karno tentang nation and character building,” tutur Anthon dengan antusias.
Selain itu, Anthon menambahkan, alasan lain banyak warga memilih Jokowi-JK juga dikarenakan rasa kurang senang mereka terhadap sosok Prabowo. Diceritakan Anthon, orang-orang Tionghoa di Pecinan Patunuang masih ingat betul tragedi 1998. Ketika itu, mereka mendapat intimidasi, sementara rumah dan tempat usaha mereka dirusak. “Mereka masih menyimpan trauma itu,” Ujar dia.
Di kawasan Pecinan Kelurahan Patunuang tinggal sekitar 4300 jiwa, di mana 70 persennya merupakan etnis Tiong Hoa. Pilpres kali ini, total calon pemilih terdaftar berjumlah 3574 jiwa. Hal yang unik, delapan Tempat Pemungutan Suara (TPS) berada di satu gedung sekolah. maka tumpah-ruahlah warga berdatangan ke gedung serupa aula besar tersebut.
Hingga lewat tengah hari, orang-orang masih ramai berdatangan. Memang kentara sebagian besar adalah warga keturunan Tionghoa. Itu tampak dari kulit kuning langsat, mata sipit, dandanan, maupun dialek mereka yang khas ketika berbicara. Salah seorang warga Tiong Hoa yang menggunakan hak pilihnya adalah Vinelia.
Perempuan 30-an tahun itu agak malu-malu ditanya soal pilihannya. “Gak usah sebut nama, ya? I stand on the right side,” ujar dia, serya menyungging senyum, mengutip jargon para pendukung Jokowi-JK yang populer di media sosial.