REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pakar hukum dari Universitas Islam Indonesia, Mudzakkir, mengatakan hasil hitung cepat (quick count) tidak boleh dijadikan dasar untuk menyatakan sebagai pemenang Pilpres karena tidak ada kedudukan hukumnya.
"Kedudukan hukum hasil quick count oleh lembaga survei tidak ada apa-apanya. Maka tidak boleh dijadikan dasar untuk menyatakan sebagai pemenang Pilpres," ujar Mudzakkir dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, kalau ada yang mengklaim sebagai pemenang dan bertindak seolah-olah sebagai pemenang, itu tidak etis dan tidak tahu kedudukan hukum hasil quick count. "KPU sebaiknya mengaturnya dalam peraturan KPU tentang hasil quick count," kata dia.
Ia mengutarakan lembaga survei perlu menjelaskan metode dan margin erornya atau tingkat akurasi hasilnya karena reputasi akademik sebagai lembaga ilmiah menjadi taruhannya. Lembaga survei, menurutnya wajib menjelaskan kepada usernya dan risiko yang terjadi jika dipergunakan.
Ia menjelaskan jika tingkat akurasi rendah, berarti tingkat kepercayaan hasil juga rendah. Hasil lembaga survei untuk konsumsi publik. Karena itu, KPU harus melakukan evaluasi terhadap lembaga survei yang tidak kredibel.
Kalau lembaga survei tersebut tidak kredibel sebaiknya tidak diizinkan untuk melakukan hitung cepat Pemilu agar masyarakat tidak memperoleh informasi yang sesat. Dalam Pemilu Presiden 9 Juli 2014 diikuti dua pasangan capres dan cawapres, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.