Jaringan Suara Indonesia (JSI) saat pemaparan Evaluasi Kinerja Lembaga Penegakan Hukum di Jakarta, Rabu (2/11).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu lembaga survei, Jaringan Suara Indonesia (JSI) yang memenangkan pasangan Prabowo-Hatta dalam quick count Pilpres 2014 dilempar bom molotov oleh orang tak dikenal pada Jumat (11/7/2014) dini hari sekitar pukul 01.00 WIB.
Terkait hal itu, pakar hukum dari Universitas Makassar, Margarito menilai ada pihak yang tak puas dengan hasil survei yang memenangkan Prabowo. Sebab selain ancaman, telah ada intimidasi verbal dari pengamat lembaga survei lain soal hasil Pilpres.
"Saya berpendapat ini bukan sekedar intimidasi, melainkan tindakan nyata yang mengancam keselamatan orang atau barang orang lain," papar Margarito, kemarin.
Ia menjelaskan sesuai UU nomor 12 tahun 1951 tentang larangan menggunakan senjata api dan bahan peledak, tindakan menguasai bom molotov berikut tindakan pelemparan bom nyata-nyata melanggar hukum.
"Polisi tidak bisa tinggal diam. Polisi harus beri kepastian kepada bangsa ini bahwa tidak ada orang yang lolos setelah melakukan tindak pidana. Polisi harus pastikan kepada kita bahwa mereka layak dipercaya dalam mengungkap tindak pidana," jelasnya.