REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktur Riset Indonesia, Achmad Hisyam, mengatakan praktik mafia quick count bisa saja terjadi dalam pilpres kali ini. Menurutnya praktik itu tidak bisa ditelisik jika hanya menggunakan audit metodologi quick count. Dia menilai mafia itu terjadi bukan dalam proses sampling, melainkan pada proses penyajian data.
"Proses di lapangan akan memenuhi kaidah statistika. Tapi ketika disajikan hasilnya tidak memenuhi keinginan pemesan, bisa jadi hasilnya dipelintir," kata Achmad Hisyam lewat keterangan pers yang diterima ROL, kemarin.
Achmad mengungkapkan hal lain yang membuat adanya mafia quick count karena lembaga survei saat ini juga merangkap menjadi konsultan politik. Jika hasilnya kalah, maka lembaga survei itu dianggap gagal menjadi konsultan. Sehingga hasil survei itu akan diubah supaya tidak dianggap konsultan gagal.
"Hal lain yang membuat mafia bisa terjadi karena lembaga survei saat ini juga menjadi konsultan politik. Ia ditugaskan oleh pemberi kerja untuk memenangkan pemberi kerja," tuturnya.
"Jika ternyata hasilnya kalah, artinya ia gagal menjadi konsultan. Dan supaya menjaga image-nya sebagai konsultan, ia akan mengubah hasil survei supaya tidak dianggap konsultan yang gagal," ujarnya menambahkan.